BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agama adalah sebuah ajaran
yang universal dan abstrak, ia merupakan suara langit yang berusaha untuk
menyentuh realitas. Ajaran semacam ini tidak akan mampu turun ke bumi kalau
tanpa diperantarai oleh akal dan rasionlaitas. Bahasa agama selamanya akan
terus melangit, tidak akan mampu dipahami oleh manusia di bumi kalau peran akal
untuk mensosialisasikan bahasa tersebut dinafikan. Akal adalah perangkat utama
untuk mengkomunikasikan bahasa langit itu kepada penduduk bumi dan inilah yang
terjadi di Islam.
Oleh karena itu, tokoh-tokoh
filsof muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Shina, Ibnu Rushd, Ibnu ‘Araby,
Mulla Shadra dan sederet filsof muslim lainnya mempunyai ghirrah untuk
menerapkan filsafat sebagai logika formal dalam memahami agama. Dan terbukti,
setelah agama bisa didekatkan dengan filsafat, Islam mengalami kejayaan dalam
ilmu pengetahuan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan
beberapa masalah, antara lain sebagai berikut:
1.
Apa saja aliran-aliran filsafat Islam?
2.
Bagaimana karakteristik masing-masing aliran filsafat
Islam?
3.
Bagaimana pengaruh aliran-aliran filsafat Islam terhadap
kehidupan masyarakat?
1.3
Tujuan
Dari rumusan masalah yang ada, tujuan penyusunan makalah
ini sebagai berikut:
1.
Dapat menjelaskan aliran-aliran filsafat Islam.
2.
Dapat menunjukkan karakteristik dari aliran-aliran
filsafat Islam.
3.
Dapat mendiskripsikan pengaruh aliran-aliran filsafat
Islam terhadap kehidupan masyarakat.
1.4
Manfaat
Penulisan makalah ini tentu memiliki target pencapaian
yang nantinya akan bermanfaat pada pembaca, manfaatnya antara lain sebagai
berikut:
1.
Menambah pengetahuan mendasar akan inti pemikiran
aliran-aliran filsafat Islam.
2.
Menanamkan penalaran berfilsafat Islami, sehingga menjadi
kritis terhadap setiap keadaan.
3.
Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
4.
Merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi
dan metode keilmuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Aliran-aliran Filsafat
Pendidikan Islam.
A.
Peripatetik
(memutar atau berkeliling)
Merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi
muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis
atau epistimologis adalah menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran
akal (silogisme), serta penekanan yang kuat pada daya-daya rasio.
Filsafat paripatetik ini berasumsi bahwa yang namanya wujud itu bukan satu
tingkat tetapi bertingkat-tingkat. Wujud ini diistilahkan dengan akal. Maka
dalam paripatetik selalu populer dengan istilah akal satu, akal dua, akal tiga
dan sebagainya. Ini merupakan penggambaran hirarkisitas aktualisasi wujud
tersebut. Semakin jauh tingkat wujud tersebut dari wujud utama, maka wujud
tersebut kualitasnya semakin rendah dan begitu sebaliknya, semakin tinggi
tingkatan wujud tersebut hingga mendekati aqal pertama maka kualitas wujud
tersebut semakin suci dan luhur.
Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950),
Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274).
B.
Aliran
Iluminasionis (Isyraqi).
Tokoh pelopor munculnya
filsafat iluminatik ini adalah Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Nama lengkapnya adalah Sihabuddin
Yahya ibn Habasy ibn Amirak Abu Alfutuh Suhrawardi. Ia dilahirkan di kota
kecil, Suhraward, Persia lau pada tahun 549/1154 M. Suhrawardi disebut juga
Al-Syaikh Al-Maqtul, seperti halnya Socrates, ia dibunuh oleh penguasa Islam
pada waktu itu karena pemikiran filsafatnya yang dianggap menentang maenstream
pemikiran pada waktu itu.
Filsafat Isyraqiyyah ini pada mulanya digunakan Suhrawardi untuk mengkritik
filsafat peripatetiknya Ibnu Shina. Dalam serangannya yang mungkin paling
sengit pada Ibnu Shina, Suhrawardi menolak secara empatik pandangan Ibnu Shina
sebagai filsof Timur (masyriqi). Dalam pandangan Suhrawardi, filsafat
Paripatetik yang diusung oleh Ibnu Shina dan kawan-kawan tidak layak diklaim
sebagai filsafat Timur. Ada perbedaan yang mendasar antara filsafat paripatetik
dengan filsafat Timur. Serangan dan kritik utama Suhrawardi lebih merujuk pada
buku yang berjudul Kararis al-Hikmah, yang dinisbahkan oleh Ibnu Shina sebagai
metode filsafat timur.
Pertama-tama Suhrawardi menegaskan karaguan atas klaim Ibnu Shina bahwa
Kararis didasarkan atas prinsip-prinsip ketimuran. Kemudian, ia melanjutkannya
dengan menolak sengit penegasan Ibn Shina bahwa Kararis merupakan filsafat baru
atas dasar sepasang argumen berikut: Pertama, tidak ada filsafat Timur sebelum
Suhrawardi menciptakan filsafat iluminasi. Kedua, Suhrawardi bersikeras
menunjukkan bahwa Kararis sesungguhnya disusun semata-mata sesuai dengan
kaidah-kaidah Peripatetik (qawaid al-masyasya’in) yang sudah mapan, yang
terdiri dari masalah-masalah yang hanya dimasukkan dalam apa yang olehnya
dikhususkan sebagai philosophia generalis (al-hikam al-ammah).
C.
Aliran
Irfani (Tasawuf)
Tasawuf bertumpu pada pengalaman
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada
akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah
Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
D.
Aliran Transendental
(Madzhab Isfahan).
Filsafat madzhab Isfahan ini lebih dikenal dengan Al-Hikamtul Muta’aliyyah
atau fislafat tinggi. Munculnya madzhab Isfahan ini tak terlepas dari
pergelokan politik pada waktu itu. Isfahan adalah sebuah daerah di daratan
Persia. Istilah ini mula-mula dipopulerkan oleh Nasr, Corbin Asytiyani dan
selanjutnya diperluas oleh sarjana-sarjana lainnya. Pendiri madzhab ini adalah
Mir Damad yang kelak melahirkan murid tersohornya Mulla Shadra sebagai penerus
dan pengembang madzhab Isfahan ini. Oleh karena itu filsafat Hikmah (Al-Hikmatul
Muta’aliyyah) atau mdazhab Isfahan ini merupakan fiilsafat yang bermuara pada
kedua tokoh guru murid tersebut.
Madzhab ini muncul ketika dinasti Shafawiyah mulai memindahkan ibukotanya
dari Tibriz, kemudian ke Qazwin dan terakhir di Isfahan. Pada periode ini,
Madzhab Isfahan berhasil membangun teologi yang kukuh, dan Persia mengalami
salah satu periode terbesar dalam kemakmuran politik dan materialnya. Namun
pada perjalanan selanjutnya, dalam usaha yang tak kenal untuk memperkuat
legitimasi kekuasaannya dinasti shafawiyyah membutuhkan ahli fiqh dan para ahli
Syi’ah dogmatis. Ini belum lagi para pengkhutbah dan para ulama yang ditugaskan
untuk menyebarluaskan idiologi negara.
Inti madzhab isfahan ini adalah upaya untuk menyatukan kekuatan yang beragam
dan bertentangan dalam sejarah intelektual Islam ke dalam kesatuan
epistemologis dan ontologis yang selaras. Hingga puncak gerakan ini pada diri
Mulla Shadra As-Syirazi, upaya-upaya Mir Damad haruslah dianggap sebagai
kerangka persiapan..
Pada mulanya terdapat beragam pertentangan intelelektual Islam. Satu sisi
ada kelompok filsafat, kemudian kaum sufistik dan dogmatikawan Syi’ah. Ketiga
kelompok ini memunculkan pandangan yang berbeda sehingga berpotensi menimbulkan
perpecahan. Hal ini terutama para doktrinal Syi’ah yang didukung oleh penguasa
Shafawiyyah hendak membabat habis para filosof. Praktik filsafat yang
diupayakan oleh para filosof Persia dianggap sebagai amalan berbahaya dan
mempunyai resiko bahaya bagi merek asendiri.
Hal ini mempengaruhi terhadap kebijakan politik Bani shafawiyyah. Penguasa
shafawiyyah tidak mengalokasikan anggaran untuk studi filsafat. Hal ini
diperparah dengan serangan yang keras dari para dogmatikawan Syi’ah. Mereka
menilai negatif para filsof dengan menganggap bahwa para filosof adalah
orang-orang kafir dan menghina Tuhan. Tantangan yang hendak dipenuhi oleh
madzhab Isfahan adalah mengawinkan semua diskursus yang beragam dan
bertentangan mengenai pemahaman yang sah yang secara historis telah
mengkotak-kotakan kaum muslimin dan selanjutnya menemptkan Syi’ah yang memimpin
semua itu. Butir-butir penting isinya bukan hanya membuat tradisi filsafat
madzhab peripatetik dan ilumininsme, melainkan juga gnosis versi Ibnu Arabi san
Syai’ah periode pasca Ghaibah.
Terilhami oleh cita-cita itu, Mulla Shadra, sebagai murid kaliber Mir
Damad, kemudian mengembangkan filsafat yang revolusioner dan ambisius dalam
upaya membuat sintesis yang menyeluruh, bukan hanya antara orientasi-orientasi
beragam dalam tradisi paripatetik dan illuminisme Islam, melainkan yang lebih
mendasar lagi, mengkoordinasikan sintesis yang sulit itu dengan dioktrin gnosis
dan doktrin fiqh Syai’ah.
Filsafat ini secara umum bertumpu pada tiga teori yaitu kesatuan wujud
(wahdatul wujud), keutamaan wujud (ashalatul wujud), gerak substansial
(alkharokatul jauhuhariyyah) dan kemanunggalan yang mengetahui dan diketahui
(ittihad al-‘aqil wa ma’qul). Filsafat ini berusaha menjembatani antara
paradigma rasional empiristik dengan spiritula –mistik. Oleh karena itu, titik
tolak dari seluruh bangunan filsafat Isfahan ini adalah konsep Ada (wujud).
Jadi obyek material filsafat ini yang paling pokok adalah Being atau Ada.
2.2
Karakteristik Aliran-aliran
Filsafat Pendidikan Islam.
A.
Peripatetik
(memutar atau berkeliling)
Kerakter aliran Peripatetik ini
sebagai berikut:
1. Menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme),
serta penekanan yang kuat pada daya-daya rasio.
2.
Logika yang dibangun adalah logika
emanasi.
B.
Aliran
Iluminasionis (Isyraqi).
Kerakter aliran filsafat ini sebagai
berikut:
1. Lebih suka menggunakan keraifan lokal dari nenek moyangnya yaitu budaya
zoroasterisme, budaya lokal, yakni budaya ketimuran.
2. Dasar epistemologinya adalah hati atau intuisi.
3.
Logika yang dibangun adalah logika
emanasi.
C.
Aliran
Irfani (Tasawuf).
Kerakter aliran filsafat Irfani ini
sebagai berikut:
1. Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat supra-rasional.
2. Pengenalan sufistik bertumpu pada hati.
D.
Aliran
Madzhab Isfahan (Teosofi Transeden).
Kerakter aliran filsafat ini
sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada konsep ada (Being).
2. Menjembatani antara paradigma rasional empiristik dengan spiritula –mistik.
3. Pemikirannya lebih terbuka.
2.1
Pengaruh Aliran-aliran Filsafat
Islam Terhadap Kehidupan Masyarakat.
Filsafat
Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari
sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan
ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani).
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam Al Quran kata
al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadis juga menyatakan
mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dalam pandangan Allamah Faydh
Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah
ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan mengantarkannya pada
pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan Allah, pemimpin
Islam, sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada
Allah. Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa
relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari alam berarti akan
mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan. Dengan demikian
penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk mengenal
Tuhan dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah
realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam
adalah ayat-ayat yang bersifat kauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat qauliyah. Oleh karena
itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai obyek ilmu.
Untuk pengaruh aliran filsafat Islam dapat dilihat dari berbagai sisi.
Karena para tokoh pemikirnya itu juga beragam sudut pandangnya. Misalnya Ibnu
Sina yang cenderung lebih kepada persoalan kesehatan. Begitu juga tokoh-tokoh
yang lain.Dari itu, pengaruh aliran
aliran tersebut sangat terasa bagi kita.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kasimpulan
Filsafat Islam muncul pada
awalnya adalah diorong oleh sebuah cita-cita terciptanya keterpaduan antara
akal dan wahyu, rasio dan hati, agama dan logika. Memang, meskipun dalam ajaran
Islam, aqal mendapatkan porsi yang cukup besar, namun dalam praktiknya umat
Islam justru banyak yang meninggalkan aqal. Kehendak umat Islam untuk jauh dari
tradisi rasionalitas itu justru dengan alasan untuk praktik keberagamaan itu
sendiri. Secara umum umat Islam mempunyai asumsi kuat bahwa Islam adalah wahyu
yang keberadaannya harus diterima secara taken for granted, sebuah
produk yang sudah sempurna sehingga pengimplementasiannya ke dalam ranah
empirik tidak memerlukan sentuhan rasionalitas lagi.
Menurut Kartanegara (2006) dalam
filsafat Islam ada empat aliran yakni: 1). Peripatetik (memutar atau
berkeliling). Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah
menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme). Tokoh-tokohnya
yang terkenal yakni: Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w.
1037), Ibn Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274). 2). Aliran
Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191).
Menurutnya dunia ini terdiri dari cahaya dan kegelapan. 3). Aliran Irfani
(Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat supra-rasional.
Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi. 4). Aliran Hikmah
Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakilioleh seorang filosof syi’ah yakni Mulla
Shadra, dia seorang filosof yang berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Daftar
Pustaka
-
Nasr, Sayyed Hosein. 2003. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung:
Mizan.
-
Ziai, Hosein. 2003. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam.
Bandung: Mizan.
-
Bagir, Haidar. 2006. Buku Saku Filasafat Islam. Bandung:
Mizan.
-
Abuddin Nata, M.A.1997.Filsafat Pendidikan
Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
-
Zuhairini. Dra, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.


IZIN COPAS
BalasHapus