BAB I
PENDAHULUAN
Daulah Abbasiyah adalah daulah yang melanjutkan kekuasaan
Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi Muhammad SAW.
“Sejak tahun 132 H/750 M ,Daulah Abbasiyah dinyatakan
berdiri dengan khalifah pertamanya Abu Abbas As-Saffah. Daulah
ini berlangsung sampai tahun 656 H / 1258 M. Masa ayang panjang itu dilaluinya
dengan pola pemerintahan yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan politik,
sosial, budaya dan penguasa. Berdasarkan perbedaan pola dan perubahan politik
itu, para sejarawan biasanya membagi masa yang dilalui Daulah Abbasiyah dalam lima periode”.
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa di mana umat Islam
membangun sebuah pemerintahan, yang ilmu adalah sebagai landasan utamanya,
sebagai suatu keniscayaan yang harus diwujudkan dalam membawa umat Ke suatu
negeri idaman, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang belum pernah ada dalam
sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradaban
Islam Masa Dinasti Abbasiyah
1) Ruang lingkup
Makalah ini membahas tentang
peradaban Islam di masa Dinasti Abbasiyah. Seperti yang diketahui bahwa
Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah merupakan warisan sejarah dan merupakan
aset bagi peradaban Islam buat generasi setelah itu.
Sebagai warisan, Peradaban
Isalam di masa Dinasti Abbasiyah merupakan amanat sejarah untuk
diperlakukan dan dikembangkan oleh ummat Islam dari masa ke masa. Sedangkan
sebagai asset, Peradaban Islam di Masa Dinasti Abbasiyah telah membuka
cakrawala bagi para sejarawan untuk mengkaji perkembangan sejarah sebelum dan
sesudah masa-masa itu.
Menulis Peradaban Islam di
Masa Dinasti Abbasiyah tidak bisa lepas dari perhatian kepada Peradaban Islam
di Masa Dinasti Umayyah. Sebab sejarah panjang Peradaban Islam, sangat
dipengaruhi oleh kedua dinasti Umayah dan Abbasiyah.
·
Bidang Politik
Dalam bidang politik, pada
periode pemerintahan pertama Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya. Secara
politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Istilah khalifah yang dikembangkan pada zaman
al-Mansur, dengan julukan Innama Ana Sulthon Allah fi Ardhihi telah mengangkat
citra baik di mata rakyat.
Penempatan ibu kota negara ke
Baghdad sangat strategis. Sebab dari situlah perluasan wilayah dapat diwujudkan
kembali, diantaranya dengan merebut kembali benteng-benteng di Asia, kota
Malatia, Wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Bahkan dengan
kaisar Constantine V pada saat Khalifah Al-Mansur diadakan perdamaian gencatan
senjata, ini terjadi tahun 758-765 M. Sehingga Bizantium membayar upeti setiap
tahun.
·
Bidang Ekonomi
Setelah dinasti Abbasiyah
berjalan seperempat abad lamanya,maka pada masa al-Mahdi ( 775-785 M )
perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui
irigasi dan peningkatan hasil tambang pertambangan, seperti perak, emas,
tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga
banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting saat itu.
Pada zaman al-Hadi pula
reformasi digulirkan. Khalifah ini begitu disayangi oleh rakyat semua golongan karena sebagai
khalifah beliau telah mengadili semua pengaduan, menghentikan pembunuhan,
memberikan jaminan kepada pihak yang bimbang dan takut, membela pihak yang
teraniaya dan bersikap sopan santun, membagikan sebanyak 6 juta dirham dan 14
juta dinar yang ditinggalkan oleh al-Mansur. Dan pada saat Baitul Maal kosong,
beliau menggalang kas negara dengan memungut pajak.
Tak dapat dipungkiri, bahwa kemajuan
Islam bergerak dengan pesat pada masa-masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Kurun waktu yang begitu lama (sekitar 542 Tahun), memungkinkan untuk
meninggalkan karya dan khazanah peradaban yang syarat akan kemajuan dan
keindahan seninya.
“Popularitas daulat Abbasiyyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786 – 809 M), dan
putranya al-Ma’mun (813 – 833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan oleh Harun
Al-Rasyid untuk keperluan sosial, Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan
farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang
dokter. Di samping itu pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat
kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.
Kesejahteraan sosial,
pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayan serta kesusastraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara
terkuat dan tak tertandingi”.
Perkembangan yang begitu pesat
pada zaman al-Mansur dan al-Rasyid ini banyak ditentukan oleh peran pendidikan
yang sangat dominan. Ketika itu lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat :
v Maktab/ Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah,
tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan adan tulisan; dan tempat
para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis , fikih dan
bahasa.
v Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang
ahli dalam bidangnya masing-masing”.
2. Pendiri dan
Penguasa Daulah Abbasiyah.
Seperti telah diterangkan di
muka, bahwa Daulah Abbasiyah berlangsung selama lima periode. Pada awalnya
Abbasiyah dipimpin oleh pendirinya sendiri, yaitu Abu Abbas As-Saffah, yang
hanya berlangsung 5 (lima) tahun
Secara periodesasi Daulah Abbasiyah
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Penguasa
abbasiyah di irak
Bani
abbas Berkuasa tahun
1) Abu Abbas
Assafah
132–137 H/ 750–754 M
2) Abu Ja’far
al-Mansur 137–159 H/
754–775 M
3) Al-Mahdi
159–169 H/ 775–785 M
4) Al-Hadi
169–170 H/ 785–786 M
5) Harun
ar-Rasyid
170–194 H/ 786–809 M
6) Al-Amin
194–198 H/ 809–813 M
7) Al-Ma’mun
198-218 H/ 813-833 M
8) Al-Mu’tasim
218-228 H/ 833-842 M
9) Al-Wasiq
228-232 H/ 842-847 M
10) Al-Mutawakkil
232-247 H/ 847-861 M
11) Al-Muntasir
247-248 H/ 861-862 M
12) Al-Musta’in
248-252 H/ 862-866 M
13) Al-Mu’tazz
252-256 H/ 866-869 M
14) Al-Muhtadi
256-257 H/ 869-870 M
15) Al-Mu’tamid
257-279 H/ 870-892 M
16) Al-Mu’tadid
279-290 H/ 892-902 M
17) Al-Muktafi
290-296 H/ 902-908 M
18) Al-Muqtadir
296-320 H/ 908-932 M
BANI
BUWAIHI
1) Al-Qahir
320-323 H/ 932-934 M
2) Ar-Radi
323-329 H/ 934-940 M
3) Al-Muttaqi
329-333 H/ 940-944 M
4) Al-Muktakfi
333-335 H/ 944-946 M
5)
Al-Muti
335-364 H/ 946-947 M
6)
At-Ta’I
364-381 H/ 974-991 M
7) Al-Qadir
381-423 H/ 991-1031 M
8) Al-Qa’im
423-468 H/ 1031-1075 M
BANI SALJUK
1) Al-Muqtadi
468-487 H/ 1075-1094 M
2) Al-Mustazhir
487-512 H/ 1094-1118 M
3) Al-Mustarshid
512-530 H/ 1118-1135 M
4) Ar-Rashid
530-531 H/ 1135-1136 M
5) Al-Muqtafi
531-555 H/ 1136-1160 M
6) Al-Mustanjid
555-556 H/ 1160-1170 M
7) Al-Mustadi
556-576 H/ 1170-1180 M
8)
An-Nasir
576-622 H/ 1180-1225 M
9)
Az-Zahir
622-623 H/ 1225-1226 M
10) Al-Mustansir
623-640 H/ 1226-1242 M
11) Al-Mu’tasim
640-656 H/ 1242-1258 M
B. Sejarah Sosial Dan Intlektual
1) Sejarah Sosial
1.1. Mobilitas sosial
Yang dimaksud dengan sejarah
sosial pada pembahasan ini, yaitu sejarah sosial yang hadir antara masa-masa
Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Pemerintahan Dinasti Umayyah yang
merupakan dinasti dari dua Dinasti Arab, tidak berlangsung lama. Kurun waktunya
hanya sekitar 90 (sembilan puluh) tahun.Sebanyak 14 orang Umayyah memerintah
selama periode tersebut.
“Para penguasa Umayyah
melaksanakan sistem pemerintahan para penguasa yang mereka gantikan, yakni
penguasa Persia dan Roma. Pergantian dinasti, khalifah yang berkuasa penuh,
sistem sentralisasi, dan sistem perpajakan yang kompleks, serta kebijakan administrasi
pemerintahan memberi kesan betapa berbedanya keberbedaan Islam di luar jazirah
Arab”.
Pengaruh masyarakat sekitar
tempat hidup akan sangat mewarnai peradaban satu masyarakat. Begitu juga
peradaban masyarakat arab yang suka berpindah-pindah dari satu dataran ke
dataran lainnya.
“Ketahuilah , bahwa pada
hakikatnya sejarah adalah catatan tentang masyarakat ummat manusia. Sejarah itu
sendiri identik dengan peradaban dunia; tentang perubahan yang terjadi pada
watak peradaban itu, seperti keliaran , keramah tamahan, dan solidaritas
golongan (ashabiah) ; tentang revolusi dan pemberontakan oleh segolongan
rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya
kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan berbagai macam tingkatannya ;
tentang kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya maupun
dalam ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya tentang segala
perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri”.
Perubahan masyarakat sangat
tergantung pada Agent Social Change (pendorong perubahan
sosial), yaitu Sumber Daya Manusia. Dan perubahan iu satu keharusan yang
bersifat alami.
“Oleh karena itu, organisasi
masyarakat menjadi suatu keharusan bagi manusia (al-ijtimaa’ dharuuriyyun li
an-naw’i al-insaani). Tanpa organisasi itu manusia tidak akan sempurna.
Keinginan Tuhan hendak memakmurkan dunia dengan makhluk manusia , dan
menjadikan mereka khalifah di permukaan bumi ini tentulah tidak akan terbukti
“.
Dalam al-Qur’an telah ditegaskan
tentang hal itu :
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah yang ada pada diri mereka
sendiri“(S.13:11).
Situasi masyarakat ketika
Daulah Dinasti Abbasiyyah muncul dalam percaturan politik sebetulnya kurang
kondusif. Dimana-mana ada pemberontakan dan pertempuran yang dipicu oleh
kepentingan elite politik di tingkat khalifah. Berawalnya pertikaian politik
sudah muncul sejak akhir pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
“Gerakan-gerakan politik dalam
negara Islam pertama kali muncul pada akhir pemerintahan Utsman Bin Affan
Radhiallahu Anhu yang ditandai dengan kemunculan Abdullah Bin Saba’. Ia
mempengaruhi manusia untuk menyerang Utsman Bin Affan, menyingkirkannya
dari jabatan khalifah dengan alasan Ali Bin Abi Thalib Karramallahu wajhahu lebih
berhak menjadi Khalifah”.
Itulah titik awal
pemberontakan dalam Islam yang bernuansa politik. Disamping itu, pada
pemerintahan Khalifah Hisyam Bin Abd.Malik (Khalifah ke-12 pada Dinasti
Umayyah), yang sebetulnya relatif cukup kondusif, ada percikan api yang
menyulut pemberontakan Zaid Bin Ali. Saat itu Hisyam Bin Abd.Malik berkata :
“Wahai Zaid aku mendapat
informasi bahwa engkau mengungkit-ungkit jabatan khilafah dan menginginkannya
di luar pengetahuanku. Engkau anak budak!”. Zaid Bin Ali berkata Sesungguhnya
baginda Amirul Mukminin juga mempunyai kakek dari
budak! Hisyam Bin Abdul Malik: Silahkan bicara !”
Zaid Bin Ali berkata : “Tidak
ada yang lebih hebat selain Allah dan tidak ada kedudukan yang tinggi di
sisi-Nya selain kedudukan nabi yang telah diutus-Nya. Nabi Ismail termasuk nabi
terbaik kemudian dari nabi yang terbaik lahirnya Muhammad Shallallahu wa Salam.
Ismail adalah anak budak wanita dan saudaranya Ibnu Sharihah juga seperti Anda.
Allah memilihnya dan mengeluarkan daripadanya manusia terbaik, Jadi Ismail
adalah kakek Rasulullah Shallallahu wa Salam dan ibunya (Ismail) adalah budak
wanita”.
Itulah awal perpecahan pada
kepemimpinan khalifah ke-11 Dinasti Umayyah. Perpecahan tersebut
menggiring ke jurang kehancuran bagi Hisyam Bin Abdul Malik dan juga bagi
Dinasti Umayyah. Pemberontak dari kelompok Alawi yang digagas oleh Zaid
Bin Ali memang akhirnya dapat pupus setelah pemimpinnya tewas diterjang panah.
Namun itu hanya untuk sementara, sebab pada era berikutnya timbul pemberontakan
dengan dengan cover baru, yaitu dengan bungkus agama, panatik suku dan
golongan.Seperti yang dihembuskan secara tidak disadari oleh Hisyam Bin Abdul
Malik terhadap Zaid Bin Ali .
Padahal Islam tidak pernah
melihat kemulian seseorang pemimpin lewat keturunannya,tapi melaui
kiprahnya dalam pengamalan agamanya dan partisipasinya dalam kegiatan sosial.
Ibnu Khaldun dalam
Mukaddimahnya menegaskan :”Hanya orang yang punya andil solidaritas sosialah
yang memiliki kemulian dasar dan kemuliaan sejati. Apabila orang yang memiliki
soidaritas sosial menjadikan orang yang tidak seketurunan dengannya sebagai
anggota, atau apabila mereka menjadikan budak dan mawla sebagai hamba, atau
mengadakan hubungan dengan mereka, sebagaimana kita katakan, mawla dan anggota
orang-orang yang menjadi tanggungan itu akan menjadi orang yang turut memiliki
andil dalam solidaritas sosial tuan mereka, dan memiliki solidaritas
sosial itu seakan-akan solidaritas sosial itu milik mereka sendiri”.
Rasulullah SAW menegaskan dalam
khutbahanya :
“Wahai umat manusia , Allah
SWT telah menghapuskan dari kalian semua aib jahiliyah dan pengagungan mereka
terhadap nenek moyang mereka.Maka manusia itu hanyalah terdiri dari dua orang
laki: orang laki-laki yang berbuat baik, bertakwa dan mulia di sisi Allah dan
seorang lagi ialah yang berbuat buruk, malang dan hina di sisi Allah.
Sesungguhnya Allah SWT berfirman : “ Hai manusia , sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesunguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha mengenal”. Kemudian Rasulullah SAW. Mengatakan, ‘Aku
katakan ucapanku ini dan aku memohon ampunan kepada Allah untukku dan untuk
kamu semua”.
1.2. Kosmopolitanisme
Peradaban
Dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia,
Prop.Drs. S. Wojowasito, menuliskan : “Kosmopolitan ialah orang yang menganggap
bahwa dunia ini sebagai tanah airnya”.Jadi kosmopolitasime Peradaban, yaitu
satu faham yang mendasari seluruh jagat raya sebagai sumber peradaban.
“Dalam kosmologi Islam, kosmos atau alam
semesta (al-alam) secara umum didefinisikan sebagai ‘segala sesuatu
selain Allah. Definisi ini yang diterima secara Universal dalam Islam,
berdasarkan Al-Quran. Ditandaskan berulang-ulang dalam Al-Quran bahwa Allah
adalah Tuhan segenap alam dan bahwa milik Allahlah segala sesuatu di langit dan
di bumi dan apa yang terdapat diantara keduanya. Jumlah segala sesuatu selain
Allah, yang merupakan seluruh kosmos Muslim, dikenal sebagai apa yang oleh
Al-Quran disebut sebagai alam semesta dan segala yang ada di langit dan bumi.
Di zaman Abbasiyah ini bisa dijumpai
konstribusi berbagai bangsa terhadap ilmu pengetahuan. Orang Yunani menyumbang
matematik dan kedokteran. Orang Cina menyumbang dalam peradaban hubungan tulis
melalui kertas. Dan bangsa Persia dalam Filsafat..
Jadi pada zaman Abbasiyah sudah terjadi
Globalisasi pertama. Ilmu-ilmu yang diambil dari luar dikembangkan kepada ilmu
yang berdimensi Islam. Kareana pada zaman Abbasiyah aspek ekonomi mengalami
kemajuan, maka ilmu juga maju. Ada penerjemah yang ditimbang hasil bukunya dan
diganti dengan uang.
Dengan meluasnya Islam pada zaman Daulah
Abbasiyah mengakibatkan timbulnya bermacam-macam corak kebudayaan yang berasal
dari beberapa bangsa. Hal ini disebabkan :
Ø Warga negara terdiri
dari berbagai unsur bangsa.
Ø Pergaulan yang intim
dan perkawinan campuran
Ø Berbagai bangsa
memeluk agama Islam
Ø Meningkatnya kemajuan
yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam Segala bidang kehidupan.
1.3. Peranan Kaum Mawali dalam pembangunan
Para sejarawan telah mencatat bahwa
sebagian besar orang yang berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan adalah kaum
Mawali (Muslim bukan keturunan Arab atau bekas budak). Terutama keturunan
Persia.
“Bukan rahasia umum bahwa negara Bani
Abbasiyah dalam rangka memantapkan pengaruhnya sangat tergantung kepada
orang-orang Persia. Sebab negara Bani Abbasiyah melihat keikhlasan dalam diri
mereka dan kesiapan berkorban untuk mencapai cita-cita. Oleh karena itu negara
Bani Abbasiyah menunjuk mereka sebagai panglima perang, merekrut tentara
dari kalangan mereka serta selalu memandang baik mereka”.
Karena peranan mereka pula, kemajuan pada
periode pertama Daulah Abbasiyah dapat dicapai, terutama pada zaman Harun
Ar-Rasyid.“Terdapat banyak faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah pada
periode pertama dapat menacapai keemasan. Pertama, terjadinya asimilasi dalam
Daulah Abbasiyah ini. Berpartisipasinya unsur-unsur non-Arab (terutama bangsa
Persia) dalam pembinaan peradaban Islam telah mendatangkan kemajuan dalam
banyak bidang. Kedua, kebijaksanaan Daulah Abbasiyah yang memang lebih
berorioentasi kepada pembangunan peradaban daripada perluasan wilayah
kekuasaan”.
Daulah Abbasiyah telah memberi peluang
yang sangat luas terhadap kaum mawali dalam berperan menjalankan roda
pemerintahan, begitu juga dalam dunia pengetahuan. Berbeda dengan daulah
Umayyah yang menutup rapat-rapat peluang untuk non arab apalagi mawali.
2) Sejarah intlektual
Intelektual telah berkembang di zaman Abbasiyah
melalui tiga hal :
2.1. Perkembangan
ilmu-ilmu keagamaan
§ Ilmu Tafsir
Pada periode pertama pemerintahan
Abbasiyah telah lahir ilmu tafsir dan terpisah dari ilmu Hadist .Tafsir yang
pertama kali disusun ialah tafsir Al-Farra’. Sesuai dengan nama penyusunnya.
Tafsir inilah sebagai perintis jalan penafsir-penafsir yang lahir
sesudahnya.
“Dalam bidang ilmu Tafsir sejak awal sudah
dikenal dua metode penafsiran, pertama : Tafsir bi al-ma’tsur yaitu
interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para
sahabat. Kedua, tafsir bi al ra’yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak
bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadist dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada
masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan
metode bi al-ra’yi ( tafsir rasional ) sangat dipengaruhi oleh perkembangan
pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan”.
§ Ilmu Hadits
Hadist
adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Dalam zaman Daulah
Abbasiyah, muncullah ahli-ahli hadits ternama dengan kitab-kitab haditsnya yang
besar. Ahli-ahli hadits yang termashur di zaman ini :
a) Imam Bukhori,yaitu
Abu Abdullah Muhammad bin Abi Hasan Al-Bukhari lahir di Bukhara 194 H dan Wafat
di Baghdad 256 H . Kitabnya al-Jami’us Shahih yang dikenal dengan Sahih
Bukhari.
b) Imam Muslim,Yaitu
Imam Abu Muslim bin Al-Hajjaj al-Qushairy an-Naisabury, wafat tahun 261 di
Naisabur. Kitabnya al-Jami’us Shaih terkenal dengan Shaih Muslim.
c) Ibnu Majah, yaitu
Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwany, wafat tahun 273 H. Kitabnya yang
bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Ibnu Majah.
d) Abu Daud, yaitu Abu
Daud Sulaiman bin Asy’as al-Sajastany , wafat di Bashrah tahun 275 H. Kitabnya
yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Abu Daud
e) At-Tirmidzi yaitu
al-Hafidh Abu isa Muhammad bin Isa Ad-Dhahak at-Tirmizi dengan kitabnya
as-Sunan yang terkenal dengan nama Sunan Tirmizi.
f) An-Nasa’i yaitu Abu
Bakar Rahman Ahmad bin Ali an-Nasa’I wafat di Mekkah tahun 303 H. Kitabnya yang
bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Nasa’i.
g)
Al-Hakim an-Naisabury, wafat tahun
405 H.
h)
Abdul Fatahsalim bin Aiyub
ar-Razy, wafat tahun 447 H.
i)
Al-Ajiry, wafat tahun 360 H.
j)
Al-Baihaqi, wafat tahun 458 H
Dan masih banyak lagi Ulama-ulama Hadist yang menggeluti ilmu Hadits.
§ Ilmu Kalam
Ilmu
Kalam adalah ilmu yang mempergunakan bukti-bukti logis dalam mempertahankan
akidah keimanan dan menolak pembaharu yang menyimpang dalam dogma yang
dianut kaum muslimin.
Lahirnya Ilmu Kalam karena dua
faktor :
a) Untuk membela Islam
dengan bersenjatakan filsafat, seperti halnya musuh yang memakai senjata itu.
b) Karena semua masalah,
termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan
ilmu.
Diantara
pelopor dan ahli Ilmu Kalam yang terbesar yaitu Washil bin Atho’, Abu Huzail
al-Allaf adh-Dhaam, Abu Hasan al-Asy’ary dan Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali.
Kaum muslimin salaf mengangkat
tinggi dalil-dalil al-Qur’an dan sunah yang berhubungan dengan penyucian
Tuhan (tanzih) karena jumlahnya dalil amat banyak dan gamblang.
Sedangkan
ayat-ayat yang secara harfiahnya tidak menunjukkan pada dalil-dalil yang tegas
dan makna yang jelas, tidak akan mengandung tasybih apabila kita menerangkannya
berdasar referensi pada keterangan terinci seperti yang dikemukakan mazhab
Asy’ariyah, yaitu ahlussunah.
Pengikut
syeh Abu Hasan Al-Asy’ari menjadi banyak. Murid-muridnya seperti Ibnu Mujahid
dan lain-lainnya, mengikuti jalan yang ditempuh gurunya, Al-Qadli Abu Bakar
al-Baqilani belajar dari murid-murid Al-Asy’ari.
§ Ilmu Tasawuf
Ilmu Tasawuf, yaitu salah satu Ilmu yang
tumbuh dan matang dalam zaman Daulah Abbasiyah. Ilmu Tasawuf adalah Ilmu
Syari’at yang baru diciptakan , yang inti ajarannya : tekun beribadat dengan
sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia dan
bersembunyi diri beribadah.
Ilmu Tasawuf telah menanamkan pengaruh
yang sangat berkesan dalam kebudayaan Islam.Perkembangan Ilmu Tasawuf dari abad
kedua Hijriyah telah mengalami perubahan-perubahan. Sehingga dengan demikian
kelihatannya Tasawuf berkembang pada zaman Abbasiyah II dan III dan demikian
seterusnya.
Bersamaan dengan lahirnya Ilmu
Tasawuf, muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulama diantara mereka itu adalah :
a) Al-Qusyairi, nama
lengkapnya Abu Kasim abdul Karim bin Hawzin al-Qusyairi yang wafat tahun 465 H,
dengan kitabnya ar-Risalatul Qusyairiyah.
b) Syihabuddin
Sahrawardy, wafat di Baghdad tahun 632 H, dengan kitabnya Awariful Ma’aruf.
c) Imam Ghazali, satu
diantara keturunan non Arab yang berasal dari Persia, nama lengkapnya Muhammad
bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Lahir di Thus abad 5 H. Meninggal tahun 502
H. Kitab Tasawufnya Ihya Ulumuddin dengan mengawinkan ajaran Tasawuf dengan
ajaran hidup bermasyarakat”18. Sehingga jadilah ilmu Tasawuf ilmu yang
dibukukan setelah sebelumnya hanya sistem Ibadah saja. Kitab-kitab karangan
Imam Ghazali banyak sekali, baik mengenai Tasawuf atau lainnya.
§ Hukum Islam
Zaman
Daulah Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamaddun Islam, telah melahirkan
ahli-ahli ilmu hukum (Fiqih) yang terbesar adalam sejarah Islam, dengan
kitab-kitab Fiqihnya yeng terkenal sampai sekarang.
Pada akhir
abad pertama Hijriyah dan awal abad kedua mulai muncul aliran Fiqh. Imam-imam
mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Abu
Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh
perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah
kebudayaan Persia yang kehidupan msayarakatnya telah mencapai tingkat
kemajuan yang lebih tinggi.Karena itu mazhab ini lebih rasional.
Berbeda
dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) yang banyak menggunakan hadist dan
tradisi Madinah. Pendapat dua tokoh ini sering diteangahi oleh Imam Syafi’I
(767-820 M) .
Para Fuqoha yang lahir dalam
zaman ini terbagi dalam dua aliran Ahlul Hadits dan Ahlul Ra’yi.
a) Ahlul Hadits : Yaitu
aliran yang mengarang fiqih berdasarkan al-Haidts. Pemuka aliran ini yaitu Imam
Malik dengan pengikut-pengikutnya, pengikut Imam Syafi’i ,pengikut Imam
Hambali dan lain-lain muqallidin.
b) Ahlul Ra’yi ; Yaitu
aliran yang mempergunakan akal dan fikiran dalam menggali hukum, pemuka aliran
ini yaitu Abu Hanifah dan teman-temannya Fuqoha Irak”19
§ Kebangkitan Sain dan Teknologi
Seperti diterangkan dimuka, bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan semakin cepat pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid, setelah
mendirikan lembaga perpustakaan seperti Baitul Hikmah dan Darul Hikmah dan
mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Makmun. Perpustakaan ini lebih
menyerupai sebuah Universitas dimana terdapat kitab-kitab secara lengkap.
Orang-orang datang ke perpustakaan itu untuk membaca, menulis dan berdiskusi.
Di samping itu, perpustakaan ini juga sebagai kantor penerjemahan, terutama
karya-karya kedokteran, filsafat, matematik, kimia , astronomi dan ilmu alam.
Buku-buku yang diterjamahkan didatangkan dari Bizantium dan daerah-daerah lain.
Kemudian
para ilmuan Islam mengembangkan ilmu-ilmu yang diterjamahkan tersebut dan
mendapat temuan-temuan ilmiah yang baru.
§ Kedokteran
Diantara para Dokter yang sangat terkemuka adalah
:
a) Al-Razi, yaitu orang
pertama yang menyusun ilmu kedokteran anak. Dia juga tokoh pertama yang
membedakan antara penyakit cacar dengan measles.
b) Ibnu Sina, yang
sekaligus juga seorang Filosof, yang telah menemukan sistem peredaran darah
pada mansia. Diantara karyanya ialah Al-Qanun Fi al-Thibb .
c) Abu Ali al-Hasan Ibn
al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama al-Hazen, adalah ahli Optik
pertama..
d) Ibnu Wasiwalhi (
wafat 243 H ), yaitu Abu Zakaria Yuhana bin Wasiwalhi, ayahnya seorang ahli
farmasi di rumah sakit Yundisapur, mengarang banyak buku kedokteran.
e) Kimia dan
Farmasi. Para ahli di bidang ini antara lain adalah : Jabir Ibn
Hayyan, Tokoh ini berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat
diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan satu zat tertentu.
f) Ibnu
Baitar ( abad ke 7 H ). Tiga buah karangannya yang sangat penting yaitu
al-Mughni ( tentang obat)obatan ), Jaami’ Mufradatul Adwiyah wal
Aghziyah ( tentang obat dan gizi )
§ Ilmu Falak dan Nujum ( Astronomi )
Ilmu bintang
memegang peranan penting dalam menentukan garis politik oleh
para khalifah dan para amir, yang mendasarkan perhitungan kerjanya pada
peredaran bintang.
Ilmu Nujum (
astronomi ) adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan bintang-bintang yang
tetap dan pelanet-pelanet. Dari cara gerakan itu berlangsung, astronomi menarik
kesimpulan berdasarkan metode geometris tentang adanya bentuk-bentuk
tertentu dan bermacam posisi lingkaran yang mengharuskan terjadinya gerakan yang
dapat dilihat dengan indera.
“Diantara sarjana
ilmu Falak dan Bintang adalah : Abu Ma’syar al-Falaky yang terkenal dengan nama
Abu Ma’syur al-Falaky. Buku karangannya : Isbatul Ulum Hatatul Falak”.
C.
Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Pernah tahu bangsa yang sangat terkenal
dengan kekejamannya? Bangsa yang telah membasmi kaum muslimin dengan jumlah
yang fantastis? Jumlah yang sangat tinggi (dengan peralatan perang pada masa
itu) dibanding apa yang telah dan sedang terjadi di Irak saat ini (dengan
peralatan perang yang canggih)? Mereka adalah bangsa Tartar. Mengapa mereka
bisa berbuat demikian? Di mana letak kesalahan kaum muslimin dan pemimpin
mereka.
Runtuhnya Baghdad (ibukota daulah
Abbasiah) di tangan bangsa Tartar tidak terlepas dari pengkhianatan yang
dilakukan oleh al-wazir Umayyiduddien Muhammad bin al-Alqami ar-tafidhi seorang
Syiah Rafidhah yang amat dendam terhadap ahlu sunnah.
Dia menjabat wazir (Perdana Menteri) bagi
Khalifah al-Musta’shim billah,khalifah terakhir bani Abbas di Iraq. Peristiwa
tersebut terjadi pada 12 Muharram 656 H. Hulaku Khan, cucunya Jenggis Khan
mengepung Baghdad dengan seluruh bala tentaranya yang berjumlah kurang lebih
200.000 tentara. Mereka mengepung istana Khalifah dan menghujaninya dengan anak
panah dari segala arah, hingga menewaskan seorang budak wanita yang sedang
bermain di hadapan Khalifah untuk menghiburnya. Budak wanita tersebut adalah
seorang selir (gundik) bernama Arafah.
Sebilah anak panah dating dari jendela
menembus tubuhnya pada saat is menari di hadapan Khalifah maka cemaslah
Khalifah dan amat terkeiut. Pada anak panah yang menewaskan selirnya itu,
mereka dapati tulisan:
"Jika Allah menghendaki melaksanakan
Qadha dan takdimya,
maka dia akan melenyapkan akal orang yang berakal"
maka dia akan melenyapkan akal orang yang berakal"
Setelah itu Khalifah memerintahkan agar memperketat
keamanan. Perbuatan
pengkhianatan Wazir Ibnu al-Alqami yang begitu dendam kepada ahlu sunnah itu, disebabkan pada tahun lalu (655 H) terjadi peperangan hebat antara ahlu sunnah dengan rafidhah yang berakhir dengan direbutnya kota al-Karkh yang merupakan pusat rafidhah dan dijarahlah beberapa rumah sanak famili al-Wazir al-Alqami.
pengkhianatan Wazir Ibnu al-Alqami yang begitu dendam kepada ahlu sunnah itu, disebabkan pada tahun lalu (655 H) terjadi peperangan hebat antara ahlu sunnah dengan rafidhah yang berakhir dengan direbutnya kota al-Karkh yang merupakan pusat rafidhah dan dijarahlah beberapa rumah sanak famili al-Wazir al-Alqami.
Sebelum terjadinya peristiwa yang amat
memilukan ini, ia (Ibnul Alqami) secara diam-diam berusaha mengurangi
jumlah tentaranya. Dengan cara memecat sejumlah besar tentara dan
mencoret nama mereka dari dinas ketentaraan. Sebelumnya, jumlah tentara
pada masa kekhalifahan al-Mustanshir (Khalifah sebelum at-Musta’shim) mencapai
100.000 orang. Jumlah ini terus dikurangi oleh Ibnul Alqami hingga menjadi 10.000 orang. pada masa kekhalifahan at-Musta’shim billah.
100.000 orang. Jumlah ini terus dikurangi oleh Ibnul Alqami hingga menjadi 10.000 orang. pada masa kekhalifahan at-Musta’shim billah.
Kemudian setelah itu barulah ia (Ibnul
Alqami) mengirim surat rahasia kepada bangsa Tartar, memprovokasi mereka untuk
menyerang Baghdad. Dia terangkan di dalam surat rahasia tersebut kelemahan
angkatan bersenjata daulah Abbasiah di Baghdad. Oleh karena itu dengan mudah
sekali bangsa Tartar dapat menaklukkan Baghdad.
Semua itu ia (Ibnu) Alqami) lakukan untuk
membalas dendam kesumatnya
dan ambisinya untuk melenyapkan as-sunnah dan memunculkan bid’ah Rafidhah.
Wallahul Musta’an (Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan).
dan ambisinya untuk melenyapkan as-sunnah dan memunculkan bid’ah Rafidhah.
Wallahul Musta’an (Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan).
Tatkala tentara Tartar mengepung benteng
Baghdad mulai 12 Muharram 656 H, mulailah al-Wazir Ibnul Alqami menunjukkan
pengkhianatannya yang kedua kali, yaitu dialah orang yang pertama sekali
menemui tentara Tartar. Dia keluar dari Baghdad bersama keluarga pembantu dan
pengikutnya pada saat-saat genting untuk menemui Hulaku Khan. Kemudian ia
kembali ke Baghdad, lalu membujuk Khalifah agar keluar bersamanya menemui
Hulaku Khan untuk mengadakan perdamaian dengan memberikan setengah hasil devisa
negara kepada mereka (bangsa Tartar).
Maka berangkatlah Khalifah bersama para
Qadhi. Fuqaha’ shufiyah, tokoh-tokoh
negara, masyarakat dan petinggi-tinggi daulah dengan 700 kendaraan. Tatkala mereka hampir mendekati markas Hulaku Khan mereka di tahan oleh tentara Tartar, dan tidak diizinkan menemui Hulaku Khan, kecuali Khalifah bersama 17 orang saja.
negara, masyarakat dan petinggi-tinggi daulah dengan 700 kendaraan. Tatkala mereka hampir mendekati markas Hulaku Khan mereka di tahan oleh tentara Tartar, dan tidak diizinkan menemui Hulaku Khan, kecuali Khalifah bersama 17 orang saja.
Lalu Khalifahpun menemui Hulalu Khan
bersama 17 orang tersebut. sedangkan
yang lain menunggu bersama kendaraan mereka. Sepeninggal Khalifah, sisa rombongan ini dirampok dan dibunuh oleh tentara Tartar. Selanjutnya Khalifah dihadapkan kepada Hulaku Khan, dan ditanya macam-macam, tatkala itu Khalifah menjawab dengan suara bergetar ketakutan karena diteror dan ditekan.
yang lain menunggu bersama kendaraan mereka. Sepeninggal Khalifah, sisa rombongan ini dirampok dan dibunuh oleh tentara Tartar. Selanjutnya Khalifah dihadapkan kepada Hulaku Khan, dan ditanya macam-macam, tatkala itu Khalifah menjawab dengan suara bergetar ketakutan karena diteror dan ditekan.
Kemudian Khalifah kembali ke Baghdad
disertai oleh al-Wazir Ibnul al-Alqami dan Khawajah Nashiruddin ath-Thuusi. Dan
di bawah rasa takut dan tertekan, Khalifahpun mengeluarkan emas, perhiasan,
permata dan lain-lain dalam jumlah yang amat banyak. Akan tetapi sebelum itu
gembong-gembong Rafidhah sudah membisiki Hulaku Khan agar tidak menerima
tawaran perdamaian dad Khalifah. al-Wazir Ibnul Alqami berhasil mempengaruhi
Hulaku Khan, bahwa perdamaian untuk nanti hanya bertahan 1 sampai 2 tahun saja,
dan mendorongnya untuk membunuh Khalifah.
Tatkala Khalifah kembali dengan membawa
barang yang banyak kepada Hulaku Khan, Hulaku Khan memerintahkan untuk
mengeksekusi Khalifah. Maka pada tanggal 14 Shafar bertepatan pada hari Rabu
terbunuhlah Khalifah al-Musta’shim billah. Konon kabarnya yang mengisyaratkan agar
membunuh Khalifah adalah al-Wazir Ibnul al-Qami dan al-Maula Nashiruddin
ath-Thuusi.
Dan bersamaan dengan tewasnya Khalifah,
maka tentara Tartarpun menyerbu Baghdad tanpa perlawanan lagi. Maka rubuhlah
Baghdad di tangan bangsa Tartar. Dilaporkan bahwa jumlah yang tewas ketika itu
lebih kurang 2 juta orang. Tidak ada yang selamat kecuali ahlu dzimmah (Yahudi dan
Nashrani) serta orang-orang yang meminta perlindungan kepada bangsa Tartar,
atau yang berlindung di rumah al-Wazir Ibnul Alqami dan para konglomerat yang
membagikan harta mereka kepada Tartar dengan jaminan keamanan pribadi.
Turut terbunuh juga bersama KhalIfah, dua
putra beliau yaitu Abul Abbas Ahmad (25 tahun) dan Abul Fadhl Abdurrahman (23
tahun) dan ustadz istana Khalifah yaitu syeikh Muhyiddin Abdul Faraj Ibnul
Jauzi bersama tiga putra beliau yaitu Abdullah, Abdurrahman dan Abdul Karim.
Sedang putra terkecil Khalifah yaitu Mubarak ditawan bersama tiga saudara perempuannya
yaitu Fathimah, Khadijah dan Maryam. Dikatakan bahwa para gadis yang ditawan
tentara Tartar dari istana Khalifah mencapai 1000 orang.
Dengan runtuhnya Baghdad maka runtuhlah
Daulah bani Abbas yang berkuasa selama 524 tahun. Mungkin pembaca
bertanya-tanya untuk apa sejarah memilukan ini dituangkan di sini?! Sungguh
kami tidak akan memuatnya, seandainya bukan karena hadits Rasul yang berbunyi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1.1.
Peradaban Islam
di masa Bani Abbasiyah memperoleh kemajuan yang pesat terutama dalam bidang :
·
Politik, dengan meletakan dasar-dasar pemerintahan
yang lebihmelalui penanaman istilah khalifah dalam artian seperti yang
dikatakan al-Mansur « Innama anaa Sulthon Allah fi ardlihi »
(Sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya ).
·
Ekonomi, dengan menggalakan potensi alam, seperti
pertanian dan pertambangan.
1.2.
Masyarakat
Daulah Abbasiyah terbagi dari dua asal yaitu yang berasal dari keturunan Arab (
langsung dari Nabi Muhammad SAW) dan bukan dari keturunan Arab yaitu kaum
Mawali.
1.3.
Dalam Daulah
Abbasiyah berkembang macam corak kebudayaan disebabkan karena
a. Warga negara terdiri dari berbagai unsur
bangsa.
b. Pergaulan yang intim dan kawin campur
c. Berbagai bangsa memeluk Islam.
d.
Meningkatnya kemajuan yang
membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam segala bidang kehidupan.
1.4.
Di zaman ini
telah sampai kejayan Islam, zaman keemasan , zaman kemajuan ilmu-ilmu agama ,
sains dan teknologi.
1.5.
Penerjemahan
ilmu pengetahuan dilakukan dengan besar-besaran, danzaman ini adalah zaman
lahirnya ahli-ahli ilmu agama,sains dan teknologi.
1.6.
Terbukanya
kesempatan bagi bangsa-bangsa non Arab untuk menduduki jabatan-jabatan di
Pemerintahan, dan di sektor-sektor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syalabi, Prof. “ Sejarah dan
Kebudayan Islam”,PT.Alhusna Zikra, Jakarta Tahun 1995.
A. Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Islam, PT Bulan
Bintang, Jakarta.
Ahmadie Thoha ( Penerjamah ) Muqqodimah Ibnu Khaldun,
Pustaka Firdaus, Jakarta 2000.
Badri Yatim, Dr. MA,” Sejarah Peradaban Islam” PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997.
HAMKA, Prof. Dr. Sejarah
Umat Islam,PT Bulan Bintang Jakart.
John L. Esposito,” Ensiklopedi Oxpord – Dunia Islam Modern”, Penerbit Mizan.
Kafrawi Ridwan, Drs, MA dan kawan-kawan “Ensiklopedi Islam”
PT Intermasa Jakarta Tahun 1997.
Muhammad Sayyid Al-Wakil, Dr. Wajah Dunia Islam, ( Terjemah oleh Fadhli Bahri, LC )
Pustaka Al-Kautsar Jakarta 1989.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I Ringkasan Tafsir Ibnu Kasar Jilid 4,
Terjamah oleh Drs.Syihabuddin ,MA, Gema Insani Press, Jakarta 1989
Tidak ada komentar:
Posting Komentar