Jumat, 09 Januari 2015

Dinasti abbasiyah

BAB I
PENDAHULUAN
Daulah Abbasiyah adalah daulah yang melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi Muhammad SAW.
“Sejak tahun 132 H/750 M ,Daulah Abbasiyah dinyatakan berdiri dengan khalifah pertamanya Abu Abbas As-Saffah. Daulah ini berlangsung sampai tahun 656 H / 1258 M. Masa ayang panjang itu dilaluinya dengan pola pemerintahan yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan politik, sosial, budaya dan penguasa. Berdasarkan perbedaan pola dan perubahan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa yang dilalui Daulah Abbasiyah dalam lima periode”.
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa di mana umat Islam membangun sebuah pemerintahan, yang ilmu adalah sebagai landasan utamanya, sebagai suatu keniscayaan yang harus diwujudkan dalam membawa umat Ke suatu negeri idaman, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang belum pernah ada dalam sejarah.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah
1)      Ruang lingkup
Makalah ini membahas tentang peradaban Islam di masa Dinasti Abbasiyah. Seperti yang diketahui bahwa Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah merupakan warisan sejarah dan merupakan aset bagi peradaban Islam buat generasi setelah itu.
Sebagai warisan, Peradaban Isalam di masa Dinasti Abbasiyah merupakan amanat sejarah  untuk diperlakukan dan dikembangkan oleh ummat Islam dari masa ke masa. Sedangkan sebagai asset, Peradaban Islam di Masa Dinasti Abbasiyah telah membuka cakrawala bagi para sejarawan untuk mengkaji perkembangan sejarah sebelum dan sesudah masa-masa itu.
Menulis Peradaban Islam di Masa Dinasti Abbasiyah tidak bisa lepas dari perhatian kepada Peradaban Islam di Masa Dinasti Umayyah. Sebab sejarah panjang Peradaban Islam, sangat dipengaruhi oleh kedua dinasti Umayah dan Abbasiyah.
·         Bidang Politik
Dalam bidang politik, pada periode pemerintahan pertama Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Istilah khalifah yang dikembangkan pada zaman al-Mansur, dengan julukan Innama Ana Sulthon Allah fi Ardhihi telah mengangkat citra baik di mata rakyat.
Penempatan ibu kota negara ke Baghdad sangat strategis. Sebab dari situlah perluasan wilayah dapat diwujudkan kembali, diantaranya dengan merebut kembali benteng-benteng di Asia, kota Malatia, Wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Bahkan dengan kaisar Constantine V pada saat Khalifah Al-Mansur diadakan perdamaian gencatan senjata, ini terjadi tahun 758-765 M. Sehingga Bizantium membayar upeti setiap tahun.  
·         Bidang Ekonomi
Setelah dinasti Abbasiyah berjalan seperempat abad lamanya,maka pada masa al-Mahdi ( 775-785 M ) perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil tambang pertambangan, seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting saat itu.
Pada zaman al-Hadi pula reformasi digulirkan. Khalifah ini begitu disayangi oleh rakyat semua golongan karena sebagai khalifah beliau telah mengadili semua pengaduan, menghentikan pembunuhan, memberikan jaminan kepada pihak yang bimbang dan takut, membela pihak yang teraniaya dan bersikap sopan santun, membagikan sebanyak 6 juta dirham dan 14 juta dinar yang ditinggalkan oleh al-Mansur. Dan pada saat Baitul Maal kosong, beliau menggalang kas negara dengan memungut pajak.
Tak dapat dipungkiri, bahwa kemajuan Islam bergerak dengan pesat pada masa-masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Kurun waktu yang begitu lama (sekitar 542 Tahun), memungkinkan untuk meninggalkan karya dan khazanah peradaban yang syarat akan kemajuan dan keindahan seninya.
“Popularitas daulat Abbasiyyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786 – 809 M), dan putranya al-Ma’mun (813 – 833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan oleh Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.
Kesejahteraan sosial, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi”.
Perkembangan yang begitu pesat pada zaman al-Mansur dan al-Rasyid ini banyak ditentukan oleh peran pendidikan yang sangat dominan. Ketika itu lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat :
v  Maktab/ Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan adan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis , fikih dan bahasa.
v  Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing”.
 2.      Pendiri dan Penguasa Daulah Abbasiyah.
Seperti telah diterangkan di muka, bahwa Daulah Abbasiyah berlangsung selama lima periode. Pada awalnya Abbasiyah dipimpin oleh pendirinya sendiri, yaitu Abu Abbas As-Saffah, yang hanya berlangsung 5 (lima) tahun
Secara periodesasi Daulah Abbasiyah dapat dilihat pada tabel berikut  ini.
 Penguasa abbasiyah di irak
Bani abbas                              Berkuasa tahun
1)      Abu Abbas Assafah             132–137 H/ 750–754 M
2)      Abu Ja’far al-Mansur          137–159 H/ 754–775 M
3)      Al-Mahdi                             159–169 H/ 775–785 M
4)      Al-Hadi                                169–170 H/ 785–786 M
5)      Harun ar-Rasyid                 170–194 H/ 786–809 M
6)      Al-Amin                               194–198 H/ 809–813 M
7)      Al-Ma’mun                          198-218 H/ 813-833 M
8)      Al-Mu’tasim                         218-228 H/ 833-842 M
9)      Al-Wasiq                              228-232 H/ 842-847 M
10)  Al-Mutawakkil                     232-247 H/ 847-861 M
11)  Al-Muntasir                         247-248 H/ 861-862 M
12)  Al-Musta’in                         248-252 H/ 862-866 M
13)  Al-Mu’tazz                           252-256 H/ 866-869 M
14)  Al-Muhtadi                          256-257 H/ 869-870 M
15)  Al-Mu’tamid                        257-279 H/ 870-892 M
16)  Al-Mu’tadid                         279-290 H/ 892-902 M
17)  Al-Muktafi                           290-296 H/ 902-908 M
18)  Al-Muqtadir                         296-320 H/ 908-932 M
 BANI BUWAIHI
1)      Al-Qahir                              320-323 H/ 932-934 M
2)      Ar-Radi                               323-329 H/ 934-940 M
3)      Al-Muttaqi                           329-333 H/ 940-944 M
4)      Al-Muktakfi                         333-335 H/ 944-946 M
5)      Al-Muti                               335-364 H/ 946-947 M
6)      At-Ta’I                                     364-381 H/ 974-991 M
7)      Al-Qadir                                  381-423 H/ 991-1031 M
8)      Al-Qa’im                                 423-468 H/ 1031-1075 M
 BANI SALJUK
1)      Al-Muqtadi                              468-487 H/ 1075-1094 M
2)      Al-Mustazhir                           487-512 H/ 1094-1118 M 
3)      Al-Mustarshid                         512-530 H/ 1118-1135 M
4)      Ar-Rashid                               530-531 H/ 1135-1136 M
5)      Al-Muqtafi                               531-555 H/ 1136-1160 M
6)      Al-Mustanjid                           555-556 H/ 1160-1170 M
7)      Al-Mustadi                              556-576 H/ 1170-1180 M
8)      An-Nasir                                 576-622 H/ 1180-1225 M
9)      Az-Zahir                                  622-623 H/ 1225-1226 M
10)  Al-Mustansir                           623-640 H/ 1226-1242 M
11)  Al-Mu’tasim                            640-656 H/ 1242-1258 M

B.  Sejarah Sosial Dan Intlektual
1)      Sejarah Sosial
1.1. Mobilitas sosial
Yang dimaksud dengan sejarah sosial pada pembahasan ini, yaitu sejarah sosial yang hadir antara masa-masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Pemerintahan Dinasti Umayyah yang merupakan dinasti dari dua Dinasti Arab, tidak berlangsung lama. Kurun waktunya hanya sekitar 90 (sembilan puluh) tahun.Sebanyak 14 orang Umayyah memerintah selama periode tersebut.
“Para penguasa Umayyah melaksanakan sistem pemerintahan para penguasa yang mereka gantikan, yakni penguasa Persia dan Roma. Pergantian dinasti, khalifah yang berkuasa penuh, sistem sentralisasi, dan sistem perpajakan yang kompleks, serta kebijakan administrasi pemerintahan memberi kesan betapa berbedanya keberbedaan Islam di luar jazirah Arab”.
Pengaruh masyarakat sekitar tempat hidup akan sangat mewarnai peradaban satu masyarakat. Begitu juga peradaban masyarakat arab yang suka berpindah-pindah dari satu dataran ke dataran lainnya.
“Ketahuilah , bahwa pada hakikatnya sejarah adalah catatan tentang masyarakat ummat manusia. Sejarah itu sendiri identik dengan peradaban dunia; tentang perubahan yang terjadi pada watak peradaban itu, seperti keliaran , keramah tamahan, dan solidaritas golongan (ashabiah) ; tentang revolusi dan pemberontakan oleh segolongan rakyat  melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan berbagai macam tingkatannya ; tentang kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya maupun dalam ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya tentang segala perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri”.
Perubahan masyarakat sangat tergantung pada Agent Social Change (pendorong perubahan sosial), yaitu Sumber Daya Manusia. Dan perubahan iu satu keharusan yang bersifat alami.
“Oleh karena itu, organisasi masyarakat menjadi suatu keharusan bagi manusia (al-ijtimaa’ dharuuriyyun li an-naw’i al-insaani). Tanpa organisasi itu manusia tidak akan sempurna. Keinginan Tuhan hendak memakmurkan dunia dengan makhluk manusia , dan menjadikan mereka khalifah di permukaan bumi ini tentulah tidak akan terbukti “.
Dalam al-Qur’an telah ditegaskan tentang hal itu :
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah yang ada pada diri mereka sendiri“(S.13:11).
Situasi masyarakat ketika Daulah Dinasti Abbasiyyah muncul dalam percaturan politik sebetulnya kurang kondusif. Dimana-mana ada pemberontakan dan pertempuran yang dipicu oleh kepentingan elite politik di tingkat khalifah. Berawalnya pertikaian politik sudah muncul sejak akhir pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
“Gerakan-gerakan politik dalam negara Islam pertama kali muncul pada akhir pemerintahan Utsman Bin Affan Radhiallahu Anhu yang ditandai dengan kemunculan Abdullah Bin Saba’. Ia mempengaruhi manusia untuk menyerang Utsman Bin  Affan, menyingkirkannya dari jabatan khalifah dengan alasan Ali Bin Abi Thalib Karramallahu wajhahu lebih berhak menjadi Khalifah”.
Itulah titik awal pemberontakan dalam Islam yang bernuansa politik. Disamping itu, pada pemerintahan Khalifah Hisyam Bin Abd.Malik (Khalifah ke-12 pada Dinasti Umayyah), yang sebetulnya relatif cukup kondusif, ada percikan api yang menyulut pemberontakan Zaid Bin Ali. Saat itu Hisyam Bin Abd.Malik berkata :
“Wahai Zaid aku mendapat informasi bahwa engkau mengungkit-ungkit jabatan khilafah dan menginginkannya di luar pengetahuanku. Engkau anak budak!”. Zaid Bin Ali berkata Sesungguhnya baginda Amirul Mukminin juga mempunyai kakek dari budak!      Hisyam Bin Abdul Malik: Silahkan bicara !”
Zaid Bin Ali berkata : “Tidak ada yang lebih hebat selain Allah dan tidak ada kedudukan yang tinggi di sisi-Nya selain kedudukan nabi yang telah diutus-Nya. Nabi Ismail termasuk nabi terbaik kemudian dari nabi yang terbaik lahirnya Muhammad Shallallahu wa Salam. Ismail adalah anak budak wanita dan saudaranya Ibnu Sharihah juga seperti Anda. Allah memilihnya dan mengeluarkan daripadanya manusia terbaik, Jadi Ismail adalah kakek Rasulullah Shallallahu wa Salam dan ibunya (Ismail) adalah budak wanita”.
Itulah awal perpecahan pada kepemimpinan khalifah ke-11 Dinasti Umayyah. Perpecahan tersebut  menggiring ke jurang kehancuran bagi Hisyam Bin Abdul Malik dan juga bagi Dinasti Umayyah. Pemberontak dari kelompok Alawi yang  digagas oleh Zaid Bin Ali memang akhirnya dapat pupus setelah pemimpinnya tewas diterjang panah. Namun itu hanya untuk sementara, sebab pada era berikutnya timbul pemberontakan dengan dengan cover baru, yaitu dengan bungkus agama, panatik suku dan golongan.Seperti yang dihembuskan secara tidak disadari oleh Hisyam Bin Abdul Malik terhadap Zaid Bin Ali .
Padahal Islam tidak pernah melihat kemulian seseorang pemimpin lewat  keturunannya,tapi melaui kiprahnya dalam pengamalan agamanya dan partisipasinya dalam kegiatan sosial.
Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya menegaskan :”Hanya orang yang punya andil solidaritas sosialah yang memiliki kemulian dasar dan kemuliaan sejati. Apabila orang yang memiliki soidaritas sosial menjadikan orang yang tidak seketurunan dengannya sebagai anggota, atau apabila mereka menjadikan budak dan mawla sebagai hamba, atau mengadakan hubungan dengan mereka, sebagaimana kita katakan, mawla dan anggota orang-orang yang menjadi tanggungan itu akan menjadi orang yang turut memiliki andil dalam solidaritas sosial tuan mereka, dan memiliki  solidaritas sosial itu seakan-akan solidaritas sosial itu milik mereka sendiri”.
Rasulullah SAW menegaskan dalam khutbahanya :
“Wahai umat manusia , Allah SWT telah menghapuskan dari kalian semua aib jahiliyah dan pengagungan mereka terhadap nenek moyang mereka.Maka manusia itu hanyalah terdiri dari dua orang laki: orang laki-laki yang berbuat baik, bertakwa dan mulia di sisi Allah dan seorang lagi ialah yang berbuat buruk, malang dan hina di sisi Allah. Sesungguhnya Allah SWT berfirman : “ Hai manusia , sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesunguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal”. Kemudian Rasulullah SAW. Mengatakan, ‘Aku katakan ucapanku ini dan aku memohon ampunan kepada Allah untukku dan untuk kamu semua”.
 1.2. Kosmopolitanisme Peradaban
Dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Prop.Drs. S. Wojowasito, menuliskan : “Kosmopolitan ialah orang yang menganggap bahwa dunia ini sebagai tanah airnya”.Jadi kosmopolitasime Peradaban, yaitu satu faham yang mendasari seluruh jagat raya sebagai sumber peradaban.
“Dalam kosmologi Islam, kosmos atau alam semesta (al-alam) secara umum didefinisikan sebagai  ‘segala sesuatu selain Allah. Definisi ini yang diterima secara Universal dalam Islam, berdasarkan Al-Quran. Ditandaskan berulang-ulang dalam Al-Quran bahwa Allah adalah Tuhan segenap alam dan bahwa milik Allahlah segala sesuatu di langit dan di bumi dan apa yang terdapat diantara keduanya. Jumlah segala sesuatu selain Allah, yang merupakan seluruh kosmos Muslim, dikenal sebagai apa yang oleh Al-Quran disebut sebagai alam semesta dan segala yang ada di langit dan bumi.
Di zaman Abbasiyah ini bisa dijumpai konstribusi berbagai bangsa terhadap ilmu pengetahuan. Orang Yunani menyumbang matematik dan kedokteran. Orang Cina menyumbang dalam peradaban hubungan tulis melalui kertas. Dan bangsa Persia dalam Filsafat..
Jadi pada zaman Abbasiyah sudah terjadi Globalisasi pertama. Ilmu-ilmu yang diambil dari luar dikembangkan kepada ilmu yang berdimensi Islam. Kareana pada zaman Abbasiyah aspek ekonomi mengalami kemajuan, maka ilmu juga maju. Ada penerjemah yang ditimbang hasil bukunya dan diganti dengan uang.
Dengan meluasnya Islam pada zaman Daulah Abbasiyah mengakibatkan timbulnya bermacam-macam corak kebudayaan yang berasal dari beberapa bangsa. Hal ini disebabkan  :
Ø  Warga negara terdiri dari berbagai unsur bangsa.
Ø  Pergaulan yang intim dan perkawinan campuran
Ø  Berbagai bangsa memeluk agama Islam
Ø  Meningkatnya kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam  Segala bidang kehidupan.
       
1.3. Peranan Kaum Mawali dalam pembangunan
Para sejarawan telah mencatat bahwa sebagian besar orang yang berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan adalah kaum Mawali (Muslim bukan keturunan Arab atau bekas budak). Terutama keturunan Persia.
“Bukan rahasia umum bahwa negara Bani Abbasiyah dalam rangka memantapkan pengaruhnya sangat tergantung kepada orang-orang Persia. Sebab negara Bani Abbasiyah melihat keikhlasan dalam diri mereka dan kesiapan berkorban untuk mencapai cita-cita. Oleh karena itu negara Bani Abbasiyah menunjuk mereka  sebagai panglima perang, merekrut tentara dari kalangan mereka serta selalu memandang baik mereka”.
Karena peranan mereka pula, kemajuan pada periode pertama  Daulah Abbasiyah dapat dicapai, terutama pada zaman Harun Ar-Rasyid.“Terdapat banyak faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah pada periode pertama dapat menacapai keemasan. Pertama, terjadinya asimilasi dalam Daulah Abbasiyah ini. Berpartisipasinya unsur-unsur non-Arab (terutama bangsa Persia) dalam pembinaan peradaban Islam telah mendatangkan kemajuan dalam banyak bidang. Kedua, kebijaksanaan  Daulah Abbasiyah yang memang lebih berorioentasi kepada pembangunan peradaban daripada perluasan wilayah kekuasaan”.
Daulah Abbasiyah telah memberi peluang yang sangat luas terhadap kaum mawali dalam berperan menjalankan roda pemerintahan, begitu juga dalam dunia pengetahuan. Berbeda dengan daulah Umayyah yang menutup rapat-rapat peluang untuk non arab apalagi mawali.
2)      Sejarah intlektual
Intelektual telah berkembang di zaman Abbasiyah melalui tiga hal :
2.1. Perkembangan ilmu-ilmu keagamaan
§  Ilmu Tafsir
Pada periode pertama pemerintahan Abbasiyah telah lahir ilmu tafsir dan terpisah dari ilmu Hadist .Tafsir yang pertama kali disusun ialah tafsir Al-Farra’. Sesuai dengan nama penyusunnya. Tafsir inilah sebagai perintis jalan penafsir-penafsir yang lahir sesudahnya. 
“Dalam bidang ilmu Tafsir sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama : Tafsir bi al-ma’tsur yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al ra’yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadist dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra’yi ( tafsir rasional ) sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan”.
§  Ilmu Hadits
Hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Dalam zaman Daulah Abbasiyah, muncullah ahli-ahli hadits ternama dengan kitab-kitab haditsnya yang besar. Ahli-ahli hadits yang termashur di zaman ini :
a)      Imam Bukhori,yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abi Hasan Al-Bukhari lahir di Bukhara 194 H dan Wafat di Baghdad 256 H . Kitabnya al-Jami’us Shahih yang dikenal dengan Sahih Bukhari.
b)      Imam Muslim,Yaitu Imam Abu Muslim bin Al-Hajjaj al-Qushairy an-Naisabury, wafat tahun 261 di Naisabur. Kitabnya al-Jami’us Shaih terkenal dengan Shaih Muslim.
c)      Ibnu Majah, yaitu Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwany, wafat tahun 273 H. Kitabnya yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Ibnu Majah.
d)     Abu Daud, yaitu Abu Daud Sulaiman bin Asy’as al-Sajastany , wafat di Bashrah tahun 275 H. Kitabnya yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Abu Daud
e)      At-Tirmidzi yaitu al-Hafidh Abu isa Muhammad bin Isa Ad-Dhahak at-Tirmizi dengan kitabnya as-Sunan yang terkenal dengan nama Sunan Tirmizi.
f)       An-Nasa’i yaitu Abu Bakar Rahman Ahmad bin Ali an-Nasa’I wafat di Mekkah tahun 303 H. Kitabnya yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Nasa’i.
g)      Al-Hakim an-Naisabury, wafat tahun 405 H.
h)      Abdul Fatahsalim bin Aiyub ar-Razy, wafat tahun 447 H.
i)        Al-Ajiry, wafat tahun 360 H.
j)        Al-Baihaqi, wafat tahun 458 H
Dan masih banyak lagi Ulama-ulama Hadist yang menggeluti ilmu Hadits.
§  Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah ilmu yang mempergunakan bukti-bukti logis dalam mempertahankan akidah keimanan dan menolak pembaharu yang menyimpang  dalam dogma yang dianut kaum muslimin.
Lahirnya Ilmu Kalam karena dua faktor :
a)      Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat, seperti halnya musuh yang memakai senjata itu.
b)      Karena semua masalah, termasuk masalah agama  telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
Diantara pelopor dan ahli Ilmu Kalam yang terbesar yaitu Washil bin Atho’, Abu Huzail al-Allaf adh-Dhaam, Abu Hasan al-Asy’ary dan Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali.
Kaum muslimin salaf mengangkat tinggi dalil-dalil al-Qur’an  dan sunah yang berhubungan dengan penyucian Tuhan (tanzih) karena jumlahnya dalil amat banyak dan gamblang.
Sedangkan ayat-ayat yang secara harfiahnya tidak menunjukkan pada dalil-dalil yang tegas dan makna yang jelas, tidak akan mengandung tasybih apabila kita menerangkannya berdasar referensi pada keterangan terinci seperti yang dikemukakan mazhab Asy’ariyah, yaitu ahlussunah.
Pengikut syeh Abu Hasan Al-Asy’ari menjadi banyak. Murid-muridnya seperti Ibnu Mujahid dan lain-lainnya, mengikuti jalan yang ditempuh gurunya, Al-Qadli Abu Bakar al-Baqilani belajar dari murid-murid Al-Asy’ari.
§  Ilmu Tasawuf
Ilmu Tasawuf, yaitu salah satu Ilmu yang tumbuh dan matang dalam zaman Daulah Abbasiyah. Ilmu Tasawuf adalah Ilmu Syari’at yang baru diciptakan , yang inti ajarannya : tekun beribadat dengan sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia dan bersembunyi diri beribadah.
Ilmu Tasawuf telah menanamkan pengaruh yang sangat berkesan dalam kebudayaan Islam.Perkembangan Ilmu Tasawuf dari abad kedua Hijriyah telah mengalami perubahan-perubahan. Sehingga dengan demikian kelihatannya Tasawuf berkembang pada zaman Abbasiyah II dan III dan demikian seterusnya.
Bersamaan dengan lahirnya Ilmu Tasawuf, muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulama diantara mereka itu adalah :
a)      Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim abdul Karim bin Hawzin al-Qusyairi yang wafat tahun 465 H, dengan kitabnya ar-Risalatul Qusyairiyah.
b)      Syihabuddin Sahrawardy, wafat di Baghdad tahun 632 H, dengan kitabnya Awariful Ma’aruf.
c)      Imam Ghazali, satu diantara keturunan non Arab yang berasal dari Persia, nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Lahir di Thus abad 5 H. Meninggal tahun 502 H. Kitab Tasawufnya Ihya Ulumuddin dengan mengawinkan ajaran Tasawuf dengan ajaran hidup bermasyarakat”18. Sehingga jadilah ilmu Tasawuf ilmu yang dibukukan setelah sebelumnya hanya sistem Ibadah saja. Kitab-kitab karangan Imam Ghazali banyak sekali, baik mengenai Tasawuf atau lainnya.
       
§  Hukum Islam
Zaman Daulah Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamaddun Islam, telah melahirkan ahli-ahli ilmu hukum (Fiqih) yang terbesar adalam sejarah Islam, dengan kitab-kitab Fiqihnya yeng terkenal sampai sekarang. 
Pada akhir abad pertama Hijriyah dan awal abad kedua mulai muncul aliran Fiqh. Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya  dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang kehidupan  msayarakatnya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi.Karena itu mazhab ini lebih rasional.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) yang banyak menggunakan hadist dan tradisi Madinah. Pendapat dua tokoh ini sering diteangahi oleh Imam Syafi’I (767-820 M) .
Para Fuqoha yang lahir dalam zaman ini terbagi dalam dua aliran Ahlul Hadits dan Ahlul Ra’yi.
a)      Ahlul Hadits : Yaitu aliran yang mengarang fiqih berdasarkan al-Haidts. Pemuka aliran ini yaitu Imam Malik dengan pengikut-pengikutnya, pengikut Imam Syafi’i  ,pengikut Imam Hambali dan lain-lain muqallidin.
b)      Ahlul Ra’yi ; Yaitu aliran yang mempergunakan akal dan fikiran dalam menggali hukum, pemuka aliran ini yaitu Abu Hanifah dan teman-temannya Fuqoha Irak”19
§  Kebangkitan Sain dan Teknologi
Seperti diterangkan dimuka, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan semakin cepat pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid, setelah mendirikan lembaga perpustakaan seperti Baitul Hikmah dan Darul Hikmah dan mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Makmun. Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah Universitas dimana terdapat kitab-kitab secara lengkap. Orang-orang datang ke perpustakaan itu untuk membaca, menulis dan berdiskusi. Di samping itu, perpustakaan ini juga sebagai kantor penerjemahan, terutama karya-karya kedokteran, filsafat, matematik, kimia , astronomi dan ilmu alam. Buku-buku yang diterjamahkan didatangkan dari Bizantium dan daerah-daerah lain.
 Kemudian para ilmuan Islam mengembangkan ilmu-ilmu yang diterjamahkan tersebut dan mendapat temuan-temuan ilmiah yang baru.
§  Kedokteran
Diantara para Dokter yang sangat terkemuka adalah :
a)      Al-Razi, yaitu orang pertama yang menyusun ilmu kedokteran anak. Dia juga tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles.
b)      Ibnu Sina, yang sekaligus juga seorang Filosof, yang telah menemukan sistem peredaran darah pada mansia. Diantara karyanya ialah Al-Qanun Fi al-Thibb .
c)      Abu Ali al-Hasan Ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama al-Hazen, adalah ahli Optik pertama..
d)     Ibnu Wasiwalhi ( wafat 243 H ), yaitu Abu Zakaria Yuhana bin Wasiwalhi, ayahnya seorang ahli farmasi di rumah sakit Yundisapur, mengarang banyak buku kedokteran.
e)      Kimia dan Farmasi.  Para ahli di bidang ini antara lain adalah  : Jabir Ibn Hayyan, Tokoh ini berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan satu zat tertentu.
f)          Ibnu Baitar  ( abad ke 7 H ). Tiga buah karangannya yang sangat penting yaitu al-Mughni ( tentang obat)obatan ), Jaami’ Mufradatul Adwiyah wal Aghziyah ( tentang obat dan gizi )
§  Ilmu Falak dan Nujum ( Astronomi ) 
Ilmu bintang memegang peranan penting dalam menentukan garis politik oleh para khalifah dan para amir, yang mendasarkan perhitungan kerjanya pada peredaran bintang.
Ilmu Nujum ( astronomi ) adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan bintang-bintang yang tetap dan pelanet-pelanet. Dari cara gerakan itu berlangsung, astronomi menarik kesimpulan berdasarkan metode geometris tentang adanya bentuk-bentuk  tertentu dan bermacam posisi lingkaran yang mengharuskan terjadinya gerakan yang dapat dilihat dengan indera. 
“Diantara sarjana ilmu Falak dan Bintang adalah : Abu Ma’syar al-Falaky yang terkenal dengan nama Abu Ma’syur al-Falaky. Buku karangannya : Isbatul Ulum Hatatul Falak”.
C.  Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Pernah tahu bangsa yang sangat terkenal dengan kekejamannya? Bangsa yang telah membasmi kaum muslimin dengan jumlah yang fantastis? Jumlah yang sangat tinggi (dengan peralatan perang pada masa itu) dibanding apa yang telah dan sedang terjadi di Irak saat ini (dengan peralatan perang yang canggih)? Mereka adalah bangsa Tartar. Mengapa mereka bisa berbuat demikian? Di mana letak kesalahan kaum muslimin dan pemimpin mereka.
Runtuhnya Baghdad (ibukota daulah Abbasiah) di tangan bangsa Tartar tidak terlepas dari pengkhianatan yang dilakukan oleh al-wazir Umayyiduddien Muhammad bin al-Alqami ar-tafidhi seorang Syiah Rafidhah yang amat dendam terhadap ahlu sunnah.
Dia menjabat wazir (Perdana Menteri) bagi Khalifah al-Musta’shim billah,khalifah terakhir bani Abbas di Iraq. Peristiwa tersebut terjadi pada 12 Muharram 656 H. Hulaku Khan, cucunya Jenggis Khan mengepung Baghdad dengan seluruh bala tentaranya yang berjumlah kurang lebih 200.000 tentara. Mereka mengepung istana Khalifah dan menghujaninya dengan anak panah dari segala arah, hingga menewaskan seorang budak wanita yang sedang bermain di hadapan Khalifah untuk menghiburnya. Budak wanita tersebut adalah seorang selir (gundik) bernama Arafah.
Sebilah anak panah dating dari jendela menembus tubuhnya pada saat is menari di hadapan Khalifah maka cemaslah Khalifah dan amat terkeiut. Pada anak panah yang menewaskan selirnya itu, mereka dapati tulisan:
"Jika Allah menghendaki melaksanakan Qadha dan takdimya,
maka dia akan melenyapkan akal orang yang berakal"
Setelah itu Khalifah memerintahkan agar memperketat keamanan. Perbuatan
pengkhianatan Wazir Ibnu al-Alqami yang begitu dendam kepada ahlu sunnah itu, disebabkan pada tahun lalu (655 H) terjadi peperangan hebat antara ahlu sunnah dengan rafidhah yang berakhir dengan direbutnya kota al-Karkh yang merupakan pusat rafidhah dan dijarahlah beberapa rumah sanak famili al-Wazir al-Alqami.
Sebelum terjadinya peristiwa yang amat memilukan ini, ia (Ibnul Alqami) secara diam-diam berusaha mengurangi jumlah tentaranya. Dengan cara memecat sejumlah besar tentara dan mencoret nama mereka dari dinas ketentaraan. Sebelumnya, jumlah tentara pada masa kekhalifahan al-Mustanshir (Khalifah sebelum at-Musta’shim) mencapai
100.000 orang. Jumlah ini terus dikurangi oleh Ibnul Alqami hingga menjadi 10.000 orang. pada masa kekhalifahan at-Musta’shim billah.
Kemudian setelah itu barulah ia (Ibnul Alqami) mengirim surat rahasia kepada bangsa Tartar, memprovokasi mereka untuk menyerang Baghdad. Dia terangkan di dalam surat rahasia tersebut kelemahan angkatan bersenjata daulah Abbasiah di Baghdad. Oleh karena itu dengan mudah sekali bangsa Tartar dapat menaklukkan Baghdad.
Semua itu ia (Ibnu) Alqami) lakukan untuk membalas dendam kesumatnya
dan ambisinya untuk melenyapkan as-sunnah dan memunculkan bid’ah Rafidhah.
Wallahul Musta’an (Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan).
Tatkala tentara Tartar mengepung benteng Baghdad mulai 12 Muharram 656 H, mulailah al-Wazir Ibnul Alqami menunjukkan pengkhianatannya yang kedua kali, yaitu dialah orang yang pertama sekali menemui tentara Tartar. Dia keluar dari Baghdad bersama keluarga pembantu dan pengikutnya pada saat-saat genting untuk menemui Hulaku Khan. Kemudian ia kembali ke Baghdad, lalu membujuk Khalifah agar keluar bersamanya menemui Hulaku Khan untuk mengadakan perdamaian dengan memberikan setengah hasil devisa negara kepada mereka (bangsa Tartar).
Maka berangkatlah Khalifah bersama para Qadhi. Fuqaha’ shufiyah, tokoh-tokoh
negara, masyarakat dan petinggi-tinggi daulah dengan 700 kendaraan. Tatkala mereka hampir mendekati markas Hulaku Khan mereka di tahan oleh tentara Tartar, dan tidak diizinkan menemui Hulaku Khan, kecuali Khalifah bersama 17 orang saja.
Lalu Khalifahpun menemui Hulalu Khan bersama 17 orang tersebut. sedangkan
yang lain menunggu bersama kendaraan mereka. Sepeninggal Khalifah, sisa rombongan ini dirampok dan dibunuh oleh tentara Tartar. Selanjutnya Khalifah dihadapkan kepada Hulaku Khan, dan ditanya macam-macam, tatkala itu Khalifah menjawab dengan suara bergetar ketakutan karena diteror dan ditekan.
Kemudian Khalifah kembali ke Baghdad disertai oleh al-Wazir Ibnul al-Alqami dan Khawajah Nashiruddin ath-Thuusi. Dan di bawah rasa takut dan tertekan, Khalifahpun mengeluarkan emas, perhiasan, permata dan lain-lain dalam jumlah yang amat banyak. Akan tetapi sebelum itu gembong-gembong Rafidhah sudah membisiki Hulaku Khan agar tidak menerima tawaran perdamaian dad Khalifah. al-Wazir Ibnul Alqami berhasil mempengaruhi Hulaku Khan, bahwa perdamaian untuk nanti hanya bertahan 1 sampai 2 tahun saja, dan mendorongnya untuk membunuh Khalifah.
Tatkala Khalifah kembali dengan membawa barang yang banyak kepada Hulaku Khan, Hulaku Khan memerintahkan untuk mengeksekusi Khalifah. Maka pada tanggal 14 Shafar bertepatan pada hari Rabu terbunuhlah Khalifah al-Musta’shim billah. Konon kabarnya yang mengisyaratkan agar membunuh Khalifah adalah al-Wazir Ibnul al-Qami dan al-Maula Nashiruddin ath-Thuusi.
Dan bersamaan dengan tewasnya Khalifah, maka tentara Tartarpun menyerbu Baghdad tanpa perlawanan lagi. Maka rubuhlah Baghdad di tangan bangsa Tartar. Dilaporkan bahwa jumlah yang tewas ketika itu lebih kurang 2 juta orang. Tidak ada yang selamat kecuali ahlu dzimmah (Yahudi dan Nashrani) serta orang-orang yang meminta perlindungan kepada bangsa Tartar, atau yang berlindung di rumah al-Wazir Ibnul Alqami dan para konglomerat yang membagikan harta mereka kepada Tartar dengan jaminan keamanan pribadi.
Turut terbunuh juga bersama KhalIfah, dua putra beliau yaitu Abul Abbas Ahmad (25 tahun) dan Abul Fadhl Abdurrahman (23 tahun) dan ustadz istana Khalifah yaitu syeikh Muhyiddin Abdul Faraj Ibnul Jauzi bersama tiga putra beliau yaitu Abdullah, Abdurrahman dan Abdul Karim. Sedang putra terkecil Khalifah yaitu Mubarak ditawan bersama tiga saudara perempuannya yaitu Fathimah, Khadijah dan Maryam. Dikatakan bahwa para gadis yang ditawan tentara Tartar dari istana Khalifah mencapai 1000 orang.
Dengan runtuhnya Baghdad maka runtuhlah Daulah bani Abbas yang berkuasa selama 524 tahun. Mungkin pembaca bertanya-tanya untuk apa sejarah memilukan ini dituangkan di sini?! Sungguh kami tidak akan memuatnya, seandainya bukan karena hadits Rasul yang berbunyi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1.1.    Peradaban Islam di masa Bani Abbasiyah memperoleh kemajuan yang pesat terutama dalam bidang :
·         Politik, dengan meletakan dasar-dasar pemerintahan yang lebihmelalui penanaman istilah khalifah dalam artian seperti yang dikatakan al-Mansur « Innama anaa Sulthon Allah fi ardlihi » (Sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya ).
·         Ekonomi, dengan menggalakan potensi alam, seperti pertanian dan pertambangan.
1.2.    Masyarakat Daulah Abbasiyah terbagi dari dua asal yaitu yang berasal dari keturunan Arab ( langsung dari Nabi Muhammad SAW) dan bukan dari keturunan Arab yaitu kaum Mawali. 
1.3.    Dalam Daulah Abbasiyah berkembang macam corak kebudayaan disebabkan karena
a.    Warga negara terdiri dari berbagai unsur bangsa.
b.    Pergaulan yang intim dan kawin campur
c.    Berbagai bangsa memeluk Islam.
d.    Meningkatnya kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam segala bidang kehidupan.
1.4.    Di zaman ini telah sampai kejayan Islam, zaman keemasan , zaman kemajuan ilmu-ilmu agama , sains dan teknologi.
1.5.    Penerjemahan ilmu pengetahuan dilakukan dengan besar-besaran, danzaman ini adalah zaman lahirnya ahli-ahli ilmu agama,sains dan teknologi.
1.6.    Terbukanya kesempatan bagi bangsa-bangsa non Arab untuk menduduki jabatan-jabatan di Pemerintahan, dan di sektor-sektor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syalabi, Prof. “ Sejarah dan Kebudayan Islam”,PT.Alhusna Zikra, Jakarta Tahun 1995.
A. Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta.
Ahmadie Thoha ( Penerjamah ) Muqqodimah Ibnu Khaldun, Pustaka Firdaus, Jakarta 2000.
Badri Yatim, Dr. MA,” Sejarah Peradaban Islam” PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997.
HAMKA, Prof. Dr. Sejarah Umat Islam,PT Bulan Bintang Jakart.
John L. Esposito,” Ensiklopedi Oxpord – Dunia Islam Modern”, Penerbit Mizan.
Kafrawi Ridwan, Drs, MA dan kawan-kawan “Ensiklopedi Islam” PT Intermasa Jakarta Tahun 1997.
Muhammad Sayyid Al-Wakil, Dr. Wajah Dunia Islam, ( Terjemah   oleh Fadhli Bahri, LC ) Pustaka Al-Kautsar Jakarta 1989.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I Ringkasan Tafsir Ibnu Kasar Jilid 4, Terjamah oleh Drs.Syihabuddin ,MA, Gema Insani Press, Jakarta 1989


Tidak ada komentar:

Posting Komentar