Jumat, 26 Desember 2014

Karakteristik Media Pembelajaran yang Baik untuk Maharah Qiroah

Karakteristik Media Pembelajaran yang Baik
untuk Maharah Qiroah



Oleh:
Dila Fitri Nabilla (10330035), Siti Mahdzuroh (10330094)



Abstrak:
Pengambilan tema ini didasarkan karena mayoritas pembelajaran bahasa arab khususnya maharah qira’ah dinilai monoton dan membosankan, sehingga banyak orang tidak tertarik untuk belajar maharah qira’ah. Makalah ini dibuat untuk menjelaskan tentang karakteristik yang menarik dari suatu media untuk maharah qira’ah agar terkesan lebih menarik dan memudahkan bagi pelajar.
Apabila dikaitkan dengan pembelajaran maka yang dikatakan dengan media adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber/pengajar ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran secara utuh, dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, selain itu berfungsi pula memberikan penguatan maupun motivasi.
Maharah qiro’ah/kemampuan membaca adalah kemampuan berbahasa yang bersifat resptif, yakni seorang pembaca hanyalah bertindak sebagai penerima. Adapun media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran keterampilan membaca (Qira’ah) antara lain: kartu dan komik.

Keywords: media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, maharah qiro’ah, kartu, komik


A.    PENDAHULUAN
Hakikatnya, pembelajaran merupakan suatu usaha sadar guru/pengajar untuk membantu siswa atau anak didiknya, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Dengan kata lain pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa (Arif Sadiman, 1984:7).
Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah pembelajaran di kelas tetap berlaku. Pengajar juga perlu sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan media. Anak-anak yang peka atau auditif mungkin tidak banyak memerlukannya tetapi anak yang bersifat visual akan banyak meminta bantuan media untuk memperjelas pemahaman bahan yang disajikan. Demikian pula waktu penyajian media sangat menentukan berhasil tidaknya penjelasan dengan bantuan media (Depdiknas, 2005).
Di dalam sebuah proses pembelajaran tentu sangat dibutuhkan sebuah media dalam menunjang sebuah keberhasilan dari pembelajaran tersebut, dimana dalam hal ini para ahli pendidikan dan pengajaran berpendapat bahwa media sangat diperlukan pada  anak-anak tingkat dasar sampai menengah dan akan banyak berkurang jika mereka sudah sampai pada tingkat pendidikan tinggi. Pada tingkat sekolah dasar dan  menengah, pengajar akan banyak membantu anak didik dengan mengembangkan semua indera yang ada, yakni dengan mendengar, melihat, meraba, memanipulasi, atau mendemonstrasikan dengan media yang dapat dipilih.
Dalam pembelajaran bahasa arab terdapat tiga unsur yaitu ashwat, mufrodat, dan tarokib; serta empat keterampilan (maharah) yaitu istima’, kalam, qiro’ah, dan kitabah. Pada pembahasan kali ini, penulis akan membahas tentang pengertian media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran secara umum, serta karakteristik media pembelajaran yang cocok digunakan untuk maharah qiro’ah.

B.     PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN
Istilah media pembelajaran memiliki beberapa pengertian. Gerlach dan Ely (1971), misalnya, memberikan pengertian secara luas dan secara sempit. Dalam arti luas, yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah setiap orang, materi, atau peristiwa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bertolak dari pengertian tersebut, media tidak hanya berupa benda, tetapi dapat berupa manusia dan peristiwa pembelajaran. Guru, buku, teks, lingkungan sekolah dapat menjadi media. Adapun pengertian sevara sempit yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah sarana nonpersonal (bukan manusia) yang digunakan oleh guru yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan. Dengan demikian pengertian tersebut cenderung menganggap wujud media adalah alat-alat grafis, foto grafis, atau elektronik untuk menangkap, menyusun kembali informasi visual atai verbal (Abdul Wahab Rosyidi, 2009:25).
Dari segi bahasa, media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berati ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dalam bahasa arab, media adalah perantara (وسائل) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pengajaran atau pembelajaran (Azhar Arsyad, 2002:3-4).
Media pembelajaran juga diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar ke peserta didik. Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber/pengajar ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran secara utuh, dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, selain itu berfungsi pula memberikan penguatan maupun motivasi (Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, 2011:1).



C.    KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam peroses belajar.  Para guru dituntut agar mampu memahami, menggunakan alat-alat yang  tersedia atau media pembelajaran  dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.
Kemajuan di bidang teknologi pendidikan, maupun teknologi pembelajaran, menuntut digunakannya berbagai media pembelajaran serta peralatan-peralatan yang semakin canggih. Boleh dikatakan bahwa dunia pendidikan dewasa ini hidup dalam dunia media, di mana kegiatan pembelajaran telah bergerak menuju dikuranginya sistem penyampaian bahan pembelajaran secara konvensional yang lebih mengedepankan metode ceramah, dan diganti dengan sistem penyampaian bahan pembelajaran modern yang lebih mengedepankan peran siswa dan pemanfaatan multimedia.
Lebih-lebih pada kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kompetensi-kompetensi yang terkait dengan keterampilan proses, peran media pembelajaran menjadi semakin penting. Pembelajaran yang dirancang secara baik dan kreatif dengan memanfaatkan teknologi multimedia, dalam batas-batas tertentu akan dapat memperbesar kemungkinan siswa untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Setiap jenis media memiliki karakteristik masing-masing dan menampilkan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses belajar peserta didik. Agar peran sumber dan media belajar tersebut menunjukkan pada suatu jenis media tertentu, maka pada media-media belajar itu perlu diklasifikasikan menurut suatu metode tertentu sesuai dengan sifat dan fungsinya terhadap pembelajaran. Pengelompokkan itu penting untuk memudahkan para pendidik dalam memahami sifat media dan dalam menentukan media yang cocok untuk pembelajaran atau topik pembelajaran tertentu.
Dari contoh pengelompokan yang dilakukan oleh Scharmm, kita dapat melihat media menurut karakteristik ekonomisnya, lingkup sasarannya yang dapat diliput, dan kemudahan kontrol pemakai. Jadi antara klasifikasi media, karakteristik media dan pemilihan media merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penentuan strategi pembelajaran.
Karakteristik media pembelajaran dapat dilihat menurut kemampuan membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, maupun penciuman atau kesesuaiannya dengan tingkatan hierarki belajar. Untuk tujuan praktis karakteristik beberapa jenis media yang lazim digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam pengertian teknologi pendidikan, media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instrusional di samping pesan, orang, teknik dan peralatan. Dari usaha penantaan yang timbul yaitu pengelompokan atau klasifikasi menurut kesamaan atau karakteristiknya. Karakteristik media ini sebagaimana dikemukakan oleh Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media sesuai dengan situasi belajar tertentu.
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu, yang dikaitkan atau dilihat dari berbagai segi. Misalnya, Schramm melihat karakteristik media dari segi ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh. Karakteristik media juga dapat dilihat menurut kemampuannya membangkitkan rangsangan seluruh alat indera. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya untuk pengelompokan dan pemilihan media (Arief S. Sadiman, dkk,  2006:28).
Kemp 1975 dalam (Sadiman, dkk. 1990) mengemukakan bahwa karakteristik media merupakan dasar pemilihan media yang disesuaikan dengan situasi belajar tertentu. Gerlach dan Ely mengemukakan tiga karakteristik media berdasarkan petunjuk penggunaan media pembelajaran untuk mengantisipasi kondisi pembelajaran di mana guru tidak mampu atau kurang efektif dapat melakukannya. Ketiga karakteristik atau ciri media pembelajaran tersebut (Arsyad, 2002) adalah:
a.       Ciri Fiksatif yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek.
b.      Ciri Manipulatif, yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu. Sebagai contoh, misalnya proses larva menjadi kepompong dan kemudian menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan waktu yang lebih singkat (atau dipercepat dengan teknik time-lapse recording). Atau sebaliknya, suatu kejadian/peristiwa dapat diperlambat penayangannya agar diperoleh urut-urutan yang jelas dari kejadian/peristiwa tersebut.
c.       Ciri Distributif yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau kejadian melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan kepada sejumlah besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut.
Arsyad (2002) membagi karakteristik media pembelajaran menjadi empat kelompok berdasarkan teknologi, yaitu: media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio-visual, media hasil teknologi berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Masing-masing kelompok media tersebut memiliki karakteristik yang khas dan berbeda satu dengan yang lainnya. Karakteristik dari masing-masing kelompok media tersebut akan dibahas dalam penjelasan selanjutnya. Untuk tujuan-tujuan praktis, dibawah ini akan dibahas karakteristik beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar khususnya di Indonesia.

D.    KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MAHARAH QIRO’AH
Dalam pembelajaran bahasa yang menjadi tujuan utama adalah penguasaan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa mengacu kepada kemampuan yang berhubungan dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi nyata. Dengan kemampuan berbahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan isi hatinya kepada orang lain yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa sebagai suatu bentuk berkomunikasi (Soenardi Djiwandono,1996:38).
Kemampuan bahasa secara konvensional dianggap meliputi empat jenis kemampuan. Keempat kemampuan berbahasa itu adalah: (Abdul Wahab Rosyidi, 2009:63)
1.      Kemampuan menyima’ (Istima’), untuk memahami bahasa yang digunakan secara lisan,
2.      Kemampuan berbicara (Kalam), untuk mengungkapkan diri secara lisan,
3.      Kemampuan membaca (Qira’ah), untuk memahami bahasa yang diungkapkan secara tertulis,
4.      Kemampuan menulis (Kitabah), untuk mengungkapkan diri secara tertulis.
Kemampuan membaca adalah kemampuan berbahasa yang bersifat resptif, yakni seorang pembaca hanyalah bertindak sebagai penerima. Dengan membaca, seseorang pertama-tama berusaha untuk memahami informasi yang disampaikan orang lain dalam bentuk wacana tulis. Informasi tertulis untuk dibaca dan dipahami dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk penggunaan bahasa, mulai dari ungkapan pendek seperti kalimat, sampai ungkapan yang lebih lengkap dan lebih panjang seperti paragraf, esai, sampai buku. Adapun media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran keterampilan membaca (Qira’ah) serta karakteristiknya antara lain: (Abdul Wahab Rosyidi, 2009:71-74)
·         Kartu dan macam-macamnya (al-Bithoqot)
Kartu biasanya terbuat dari kertas yang keras atau tebal, dan di dalam masing-masing bagian depan dan belakang terdapat kata, frasa, kalimat, atau ungkapan. Untuk ukuran kartu bisa disesuaikan dengan keinginan guru, yang terpenting adalah bahwa tulisan di kartu tersebut harus terlihat oleh siswa yang berasa di bagian belakang. Kartu biasanya digunakan guru untuk membelajarkan atau melatih siswa membaca kata, kalimat, atau ungkapan yang sempurna tanpa melakukan analisa terhadap apa yang dibaca. Kartu juga digunakan untuk mengembangkan pengetahuan siswa tentang kosakata, latihan pola-pola tatanan bahasa dan membaca secara keras. Adapun macam-macam kartu sebagai berikut:
1.      kartu peranyaan dan jawaban (Bithiqoh al-Asilah wal Ijabah). Penggunaan kartu ini untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap teks. Masing-masing dari permukaan kartu ditulis dengan ungkapan, sedangkan di baliknya jawaban untuk pertanyaan lain.
2.      kartu penyempurna (Bithoqoh al-Takmilah). Kegunaan kartu ini juga untuk melihat tingkat pemahaman siswa. Pada bagian depan kartu ditulis satu jumlah dan jumlah penyempurna pada kartu lain.
3.       kartu kosakata (Bithoqoh al-Mufrodat). Kartu kosakata berisi kosakata atau kalimat pada bagian depan dan pada bagian lain berisi gambar yang menjelaskan kosakata atau kalimat tersebut.
4.       kartu tiruan (Bithoqoh al-Mushoghor). Kartu ini dibuat dengan cara menempelkan check bank, jadwal pelajaran, jadwal penerbangan, jadwal kereta, formulir pendaftaran, atau formulir-formulir yang lain yang dikecilkan.
·         Komik
Komik adalah sebuah media yang menyampaikan cerita dengan visualisasi atau ilustrasi gambar, dengan kata lain komik adalah cerita bergambar, dimana gambar berfungsi untuk pendeskripsian cerita agar si pembaca mudah memahami cerita yang disampaikan oleh si pengarang.
Biasanya komik sangat digemari oleh orang-orang yang mempunyai tipe belajar visual karena dalam komik suatu cerita disampaikan dengan dominasi gambar yang sangat menonjol. Kadang komik bersifat menghibur sehingga kalangan penggemar komik adalah anak-anak dan remaja.
Komik yang sering kita temukan adalah komik-komik yang bercerita superhero, cerita kartun dan legenda. Akan tetapi komik pun dapat dirancang dengan gagasan yang berisi materi atau nilai-nilai yang positif yaitu berisi tentang nilai-nliai sosial, budaya, agama dan ekonomi.
Sebagai media instruksional edukatif, komik mempunyai sifat yang sederhana, jelas, mudah, dan bersifat personal. Komik diterbitkan dalam rangka tujuan komersial, dan edukatif (meski tidak semua komik bersifat edukatif) yang mempunyai unsur-unsur:
1.      Sederhana, langsung, aksi-aksi yang cepat dan menggambarkan peristiwa-peristiwa yang bahaya
2.      Berisi  unsur humor yang kasar, menggunakan bahasa percakapa
3.      Perhatikan kepada kriminalitas, kekuatan, keampuhan
4.      Adanya kecenderungan manusiawi yang universal terhadap pemujaan pahlawan.

1.      KELEBIHAN KOMIK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
1.      Komik dapat menarik semangat siswa untuk belajar dan mengajari siswa untuk menerjamahkan cerita ke dalam gambar bahkan seolah-seolah siswa dihadapkan pada konteks yang nyata sehingga muncul efek yang membekas pada siswa dan dapat mengingat sesuatu lebih lama.
2.      Materi yang terdapat di dalam komik dapat dijelaskan secara sungguh-sungguh, yang artinya bahwa materi yang berbentuk gambar dapat menjelaskan keseluruhan cerita atau materi yang dibarengi oleh ilustrasi gambar untuk  mempermudah siswa dengan mengetahui bentuk atau contoh kongkret apa maksud dari materi tersebut.
3.      komik membuat pembelajaran menjadi "pembelajaran yang sangat mudah" (Hutchinson, 1949). Hutchinson (1949) menemukan bahwa 74% guru yang disurvei menganggap bahwa komik "membantu memotivasi", sedangkan 79% mengatakan komik "meningkatkan partisipasi individu"
4.      siswa memiliki “ketertarikan yang tak biasa” dan “mampu membuat siswa menyelesaikan tugas yang seharusnya diselesaikan dalam satu minggu menjadi satu hari saja” (Sones, 1944).
5.      Sones’ (1944) yang berkesimpulan bahwa kualitas gambar komik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Sones membagi empat ratus siswa kelas enam sampai kelas Sembilan kedalam dua kelompok. Masing – masing kelompok seimbang dalam pembagian kelas dan kecakapannya. Kelompok pertama disuguhi pembelajaran cerita dengan menggunakan komik dan yang kedua hanya menggunakan teks saja. Setelah itu, mereka dites untuk mengetahui isi dari pembelajaran cerita itu. Setelah seminggu, prosesnya diubah, kelompok pertama disuguhi teks saja sedang yang kedua diberikan komik. Kemudian kedua grup dites lagi. Akhirnya, Sones (1944) berkesimpulan bahwa "pengaruh gambar terlihat dalam hasil tes". Tes pertama menunujukkan bahwa kelompok pertama mendapatkan nilai jauh lebih tinggi daripada kelompok kedua. Di tes kedua kelompok kedua mendapatkan nilai jauh lebih tinggi daripada kelompok pertama.  
6.      komik memanfaatan gambar untuk memperkenalkan suatu konsep tertentu, dalam hal ini alfabet. Masih ingat komik Doraemon? Karakter karya Fujiko F. Fujio ini termasuk paling dicintai anak-anak. Beberapa tahun yang lalu, komik Doraemon edisi belajar berhitung juga diterbitkan. Komik-komik seperti ini tentu sangat bermanfaat dan menolong karena menghadirkan nuansa belajar yang menyenangkan bersama tokoh kesayangan.
7.      Komik yang memperkenalkan lingkungan dan alam sekitar juga sangat bermanfaat bagi anak-anak. Anda tidak mungkin membawa anak-anak ke masa dinosaurus untuk memperkenalkan mereka kepada Tyranosaurus, misalnya. Anak-anak pun bisa diperkenalkan pada berbagai jenis tumbuhan dan hewan melalui komik. Komik pun dapat di gunakan sebagai sarana memperkenalkan firman Tuhan, Dulu ada enam seri komik Alkitab Bergambar untuk Semua Umur, terbitan Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. Buah karya Iva Hoth dan Andre Le Blanc ini merupakan salah satu komik yang bermanfaat untuk memperkenalkan isi Alkitab dan tokoh-tokohnya kepada anak-anak.
8.      Komik juga membantu untuk membangkitkan minat baca anak-anak. Jaya Suprana (dalam Sofwan 2007) mengaku kalau minat bacanya tumbuh akibat membaca komik Mahabharata semasa kecilnya.Sejumlah komik menghadirkan nilai-nilai moral yang penting dikenal oleh siapa saja. Sebut saja nilai persahabatan, kerja keras, kebersamaan, kegigihan dan semangat pantang menyerah. Perhatikanlah komik-komik Jepang -- saya sengaja mengangkat komik Jepang karena komik inilah yang saat ini merajai pasar -- banyak mengangkat nilai-nilai tersebut.
9.      Komik olah raga umumnya mengajarkan nilai kerja keras, kegigihan, dan semangat pantang menyerah. Pesan umum yang disampaikan biasanya "semakin gigih kamu berusaha, semakin dekat pula dirimu pada keberhasilan". Prinsip alkitabiah seperti "kasihilah musuhmu" juga bisa ditemukan. Nilai-nilai ini bisa dilihat dari komik, seperti "Shoot!", "Kungfu Boy", "Harlem Beat", dan lain-lain.

1.      KEKURANGAN KOMIK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
1.      tidak semua orang bisa belajar efektif dengan gaya visual, karena setiap orang mempunyai gaya belajar masing-masing. Oleh karena itu komik tidak dapat selalu dijadikan media pembelajaran. Dengan kata lain media belajar harus menyesuaikan dengan gaya belajar masing-masing siswa.
2.      Komik juga dapat membuat orang menjadi malas karena orang cenderung hanya ingin melihat gambar yang menarik menurut mereka saja, tidak memahami materi secara utuh. Bahkan enggan untuk membaca keseluruhan cerita sehingga daya serap siswa terhadap materi rendah.
3.      komik yang terjual di pasaran atau di toko-toko buku terdapat gaya bahasa yang kotor dan terlalu khayal sehingga pesan atau materi yang disampaikan tidak mengenai target sasaran dan terjadi kesalahan presepsi. Banyak aksi-aksi yang menonjolkan kekerasan atau tingkah laku yang sinting dan sulit diterima oleh akal sehat atau kurang logis, sehingga siswa hanya hanyut dengan cerita khayal yang terdapat dalam komik tanpa ada kesan materi atau pesan yang disampaikan tidak dapat dicerna oleh siswa.
4.      banyak komik yang hanya terdapat cerita-cerita cinta yang tidak bemanfaat untuk kemajuan intelektualitas siswa. Banyak orang yang mengatakan bahwa komik telah berperan dalam menciptakan kenakalan remaja. Yang lain percaya bahwa komik meracuni minat baca, imajinasi, dan menyebabkan iritasi mata (Dorrell, Curtis, & Rampal, 1995). 
5.      Terlalu banyak mengonsumsi komik pada bisa menumpulkan imajinasi pembaca. Perhatikanlah prosa, seperti novel atau cerpen yang banyak menggambarkan wajah tokoh tertentu dengan kata-kata daripada gambar. Pembaca diajak untuk membayangkan seperti apa wajah tokoh tersebut. Atau ketika penulis menggambarkan latar tempat. Aspek-aspek inilah yang dalam komik diterjemahkan dalam gambar dan membuat pembaca langsung menikmatinya, tanpa harus membayangkan penggambaran tersebut lewat pikirannya. Mula-mula, imajinasi hanya terbatas pada apa yang digambarkan. Namun akhirnya, imajinasi bisa tumpul. Misalnya, hanya bisa membayangkan latar tempat sebagaimana digambarkan pada komik atau hanya bisa menggambar tokoh-tokoh seperti yang digambarkan komikus terkait.
6.      Efek adiktif yang timbul bisa berupa keinginan untuk segera menikmati seri sambungan (umumnya karena penasaran) atau sekedar membaca lebih banyak komik lainnya. Efeknya, selain menghabiskan banyak dana untuk menyewa atau membeli edisi demi edisi, rasa penasaran juga bisa mendorong kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama komik.

2.      PERANCANGAN KOMIK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
Dalam kawasan desain, komik sebagai media pembelajaran termasuk ke dalam sub kawasan Desain Pesan, yang meliputi proses perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan. Pesan atau materi ajar yang hendak disampaikan direkayasa sehingga dapat dirancang dalam bentuk komik pembelajaran.
Sedangkan dalam kawasan pengembangan, komik sebagai media pembelajaran termasuk ke dalam sub kawasan pengembangan teknologi cetak. Dalam kawasan ini hasil desain pesan diterjemahkan ke dalam bentuk fisik, yaitu dalam bentuk teks dan visual, melalui teknologi cetak sebagai buku komik pembelajaran.
Komik pembelajaran merupakan contoh dari penerapan TP, sebab dengan adanya media komik sebagai sumber untuk belajar akan mempermudah pebelajar dalam proses pembelajaran, khususnya dalam merealisasi konsep-konsep pelajaran yang bersifat abstrak apabila disajikan dalam bentuk teori saja dan perlu adanya penyajian konkrit, seperti konsep-konsep pada ilmu sains. Dalam hal inilah komik pembelajaran berperan besar dalam menyajikan konsep-konsep abstrak tersebut ke dalam contoh yang konkrit dalam ke hidupan sehari-hari. Itulah yang menjadi inti penerapan dari teknologi pendidikan, yaitu  untuk memecahkan permasalahan dalam proses belajar, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan efektif, efisien, dan menarik.
Dalam mendesain dan mengembangkan komik pembelajaran, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, sehingga penerapan tersebut dapat dikatakan sesuai dengan prinsip penerapan teknologi pendidikan.
Hal-hal yang menjadi prinsip dalam sub kawasan desain pesan, yaitu perhatian, persepsi, dan daya serap pebelajar, yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim (pembuat komik pembelajaran) dan penerima (pebelajar yang membaca komik pembelajaran). Sehingga pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan tersebut, serta mempertimbangkan persepsi-persepsi yang mungkin timbul dalam benak penerima pesan.
Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya:
a.       Pesan yang didorong oleh isi
Artinya isi dari komik pembelajaran yang dikembangkan harus sesuai dengan pesan (informasi) yang hendak disampaikan. Sehingga dengan pengembangan media belajar berupa komik pembelajaran dapat mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau kompetensi tertentu.
b.      Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori
Pengembangan komik pembelajaran dalam bentuk bahan teks verbal dan visual sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, dan teori belajar.
c.       Manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Komik pembelajaran merupakan contoh dari spsesifikasi desain pesan yang diterjemahkan  dan diproduksi dalam bentuk buku (bahan visual) melalui teknologi cetak. Pengkombinasian antara bahan visual dan bahan teks dalam pengembangan komik pembelajaran sangat membantu dalam menciptakan kegiatan belajar yang diinginkan, yaitu belajar efektif.
Dalam perancangan sebuah komik yang akan digunakan sebagai media pembelajaran, adapun tahap-tahap yang harus kita tempuh dalam proses pembuatan antara lain (C. Asri Budiningsih, 2003: 112):
a.       Tahap Pengidentifikasian Target
Dalam pembuatan komik, kita harus dapat mengidentifikasikan siapa yang akan menjadi target kita. Dalam hal ini, target  adalah si pembaca, kita harus dapat mengerti selera si pembaca berdasarkan umur yaitu kalangan anak pra sekolah (3-5 Tahun), pada usia ini biasanya anak lebih menyukai komik dengan tokoh hewan, misalnya miki tikus,donal bebek dan doraemon, yang berpakaian dan berbicara seperti manusia. Tetapi anak-anak di usia pra sekolah tidak menyukai komik yang berunsur teror.
Anak pada usia sekolah (6-12 Tahun) biasanya mereka menyukai komik yang mengandung cerita petualangan,misteri dan ketegangan. Karena pada usia ini anak lebih cenderung menyukai hal-hal yang berbau petualangan seiring dengan perkembangan sosialnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Pada usia remaja (15-20 Tahun) mereka telah mengalami perkembangan yang ketat, baik dari segi sosial,berfikir,berimajinasi dan menanggapi rangsangan dari luar. Oleh karena itu, sebaiknya komik yang akan disajikan untuk kalangan anak remaja yaitu hal-hal yang berhubungan dengan roman dan percintaan. Karena pada usia ini anak mulai memperhatikan lawan jenisnya dan saling tertarik antara satu dengan yang lain.
Pada saat anak beranjak dewasa (20-25 Tahun) terkadang selera mereka berubah, mereka cenderung  menyukai hal-hal yang berhubungan dengan humor,kejahatan dan masalah-masalah sosial, budaya, ekonomi dan politik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada usia inilah anak sudah mulai berfikir luas seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan intelektualitasnya.
b.      Tahap Pengidentifikasian warna
Warna yang akan dipilih oleh si pembuat komik haruslah menyesuaikan dengan selera si pembaca. Dalam mengklasifikasikan selera si pembaca yaitu dengan mengklasifikasikan umur si pembaca tersebut.
Pada usia pra sekolah (3-5 Tahun) mereka biasanya menyukai hal yang bercorak warna-warni, karena pada usia anak mulai dikenalkan berbagai jenis warna dan pada usia inilah daya fantasi anak sangat tinggi.
Di usia sekolah (6-12 Tahun) mereka masih cenderung menyukai berbagai jenis warna. Akan tetapi di usia 12 tahun mereka hanya menyukai beberapa warna saja. Oleh karena itu kontras warna yang akan dipilih sedikit sederhana.
Pada usia remaja dan dewasa mereka biasanya tidak menyukai banyak warna,mereka sudah mempunyai selera warna tersendiri. Oleh karena itu pembuatan komik untuk kalangan remaja dan dewasa janganlah didominasi corak berbagai warna.
c.       Tahap Pembuatan Skenario
Skenario merupakan jantung proses pembuatan komik karena skenario yang memberikan arah pembuatan cerita komik. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan skenario komik antara lain :
1)      Tema
2)      Alur
3)      Setting dalam komik
4)      Jendela
5)      Halaman
6)      Karakter Tokoh (Emosi)
Keenam hal tersebut sangat berperan penting dalam proses pembuatan skenario komik karena diantara satu dengan yang lain mempunyai ketergantungan dalam kesempurnaan pesan yang akan disampaikan. Dan dalam proses pembuatan skenario juga harus memperhatikan selera dan minat si pembaca. Dalam hal menentukan skenario haruslah menyesuaikan materi yang akan disampaikan.
d.      Tahap Pemilihan Gaya Bahasa
Dalam pemilihan gaya bahasa yang akan digunakan dalam pembuatan komik harus disesuaikan dengan umur si pembaca karena setiap pembaca mempunyai daya serap dan intelektualitas yang berbeda-beda.
Untuk gaya bahasa dalam komik yang akan dibuat untuk kalangan anak pra sekolah sebaiknya tidak terelalu sulit dan rumit akan tetapi penuh dengan fantasi atau sesuatu yang menyenangkan.
Pada usia sekolah biasanya anak cenderung menyukai bahasa-bahasa yang penuh motivasi dan memacu andrenalin. Di usia ini pun anak belum menguasai istilah-istilah bahasa yang sulit dan rumit sehingga penggunaan gaya bahasa sedikit dipermudah.
Pada usia remaja dan dewasa, gaya bahasa sedikit ada istilah-istilah bahasa yang bermutu bahkan menggunakan istilah asing karena harus menyesuaikan perkembangan-perkembangan yang ada di masyarakat. Dan juga gaya bahasa digunakan untuk menambah pengetahuan.

e.       Tahap Pengaturan Unsur Visual
1)      Huruf
Dalam hal pemilihan huruf, haruslah memperhatikan warna pada latar belakang komik tersebut. Karena jika tidak menyesuaikan dengan warna latar maka bisa menyebabkan efek negatif bagi si pembaca yaitu iritasi mata. Huruf yang digunakan harus mudah dibaca dan jelas. Sebaiknya tidak menggunakan huruf yang berbentuk latin yang rumit.
2)      Bentuk dan Garis
Buatlah gambar yang sederhana tetapi jelas. Artinya dalam bentuk tidak perlu bersifat naturalis. Hindari garis dan bentuk yang ruwet.
3)      Keseimbangan
Dalam penggunaan bentuk,garis,warna dan huruf harus disusun secara seimbang, misalnya huruf yang ingin disusun secara simetris/asimetris maka haruslah seimbang sehingga kesan yang disampaikan dapat dterima dengan baik.
4)      Kesatuan
Kesatuan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain harus diperhatikan. Hendaknya kesatuan unsur tersebut terlihat jelas, misalnya judul harus dibuat senyawa dengan apa yang akan dijelaskan dalam komik.
5)      Penekanan
Dalam menyajikan pesan atau materi pembelajaran dalam bentuk komik, maka diperlukan adanya penekanan pada unsur-unsur pokok pesan yang akan disampaikan. Misalnya jika si pengarang akan menjelaskan makanan 4 sehat 5 sempurna, maka dalam menjelaskan susu sebaiknya tampilkan gambar susu di tengah-tengah makanan lainnya karena warna susu itu lemah (putih) bila dibandingkan dengan warna makanan lainnya.
6)      Layout (susunan,tata letak)
Unsur-unsur visual seperti gambar, kata-kata, bentuk simbol dan lainnya harus terlebih dahulu direncanakan bagaimana susunannya dalam medan visual yang akan disajikan. Susunan harus dapat menempatkan semua  unsur secara harmonis.
Dalam proses pembuatan komik harus memperhatikan tahap-tahap tersebut karana kesalahan atau kekurangan dari salah satu unsur dapat mempengaruhi unsur-unsur yang lain sehingga pesan yang akan disampaikan tidak menarik perhatian si pembaca.
 
E.     KESIMPULAN
Dari segi bahasa, media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berati ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dalam bahasa arab, media adalah perantara (وسائل) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dihubungkan dengan pembelajaran, media adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber/pengajar ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran secara utuh, dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, selain itu berfungsi pula memberikan penguatan maupun motivasi.
Media pembelajaran juga diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar ke peserta didik.
Gerlach dan Ely mengemukakan tiga karakteristik media berdasarkan petunjuk penggunaan media pembelajaran. Ketiga karakteristik atau ciri media pembelajaran tersebut (Arsyad, 2002) adalah:
a.       Ciri Fiksatif yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek.
b.      Ciri Manipulatif, yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu.
c.       Ciri Distributif yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau kejadian melalui ruang.
Kemampuan membaca adalah kemampuan berbahasa yang bersifat resptif, yakni seorang pembaca hanyalah bertindak sebagai penerima. Adapun media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran keterampilan membaca (Qira’ah) antara lain: kartu dan komik.
Macam-macam kartu: kartu pertanyaan dan jawaban (Bithiqoh al-Asilah wal Ijabah), kartu penyempurna (Bithoqoh al-Takmilah), kartu kosakata (Bithoqoh al-Mufrodat), kartu tiruan (Bithoqoh al-Mushoghor).
Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya: pesan yang didorong oleh isi, strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Secara khusus karakteristik komik adalah: teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang, memberikan komunikasi satu arah yang bersifat pasif, berbentuk visual yang statis, pengembangannya bergantung pada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual, berpusat pada pembelajar, informasi dapat diorganisasikan dan distruktur kembali oleh pemakai.

F.     DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Rosyidi. 2009. Media Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Malang Press.
Arif Sadiman, dkk. 1986. Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali.
Azhar Arsyad. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
___________. 2004. Bahasa Arab dan Metode Pengajaranya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto. 2011. Media Pembelajaran; Manual dan Digital. Bogor: Ghalia Indonesia.
Depdiknas. 2005. Ilmu Pengetahuan Sosial (Materi Pelatihan Terintegrasi). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Gene L. Wikinson. 1984. Media dalam Pembelajaran. Jakarta: CV Rajawali.
Henry Guntur Tarigan. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan Angkasa.
Umi Mahmudah dan Abdul Wahab Rosyidi. 2008. Active Learning dalam pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Malang Press.
M. Soenardi Djiwandono. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.
Oscar Rusmaji. 1995. Aspek-aspek Linguistik. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(diakses jam 14.10 tanggal 10-04-2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar